Hikmah Alawiyah
Image default
Sejarah

Halal Bihalal, Bertemu dan Berkumpul  Untuk Mencari Solusi

Di Indonesia ada satu tradisi setelah idul fitri yaitu tradisi menyelenggarakan halal bihalal. Apa itu halal bihalal dan bagaimana awal mula tradisi ini tumbuh di Indonesia dan lestari hingga kini?

Salah satu sumber yang banyak menjadi rujukan sejarah halal bihalal adalah artikel Halal Bihalal yang ditulis Ali Mashar dalam buku Ensiklopedi Islam Nusantara: Edisi Budaya yang diterbitkan Direktorat Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam Kementerian Agama RI pada 2018, berikut ini kisah tentang sejarah munculnya istilah halal bihalal.

Dari bermacam versi sejarah, berikut adalah versi yang berhasil dirangkum :

1.Ide Kyai Wahab

Dalam artikel disebutkan bahwa tradisi ini mulanya bertujuan mencari solusi atas beragam persoalan dengan cara mengumpulkan orang-orang yang berkepentingan. Penulis artikel menyebut, bahwa di kalangan Nahdliyin, halal bihalal dipercaya sebagai istilah ciptaan Kiai Abdul Wahab Chasbullah, salah satu ulama pendiri Nahdlatul Ulama.

Mengutip artikel karya Masdar Farid Mas’udi, salah satu Rais PBNU, Ali Mashar mengisahkan pada 1948, Presiden Soekarno mengajak Kiai Abdul Wahab berdiskusi untuk mencari solusi dari masalah perpecahan para elit politik saat itu.

Kiai Abdul Wahab pun mengusulkan agar semua tokoh politik dikumpulkan dalam acara silaturahmi bertepatan dengan hari raya yang akan datang. Menurutnya, para politisi tersebut bisa diberi pengertian bahwa sikap saling menyalahkan itu salah dan haram.

“Karena haram, maka harus dibuat halal dengan cara saling bertemu, duduk satu meja, dan saling memaafkan. Maka acara silaturahmi yang digagas itu kemudian disepakati dengan istilah halal bihalal (2018:116).”

Namun, Ali Mashar memberikan catatan bahwa pernyataan Mas’udi tentang istilah halal bihalal dicetuskan Kiai Abdul Wahab bisa jadi benar, tapi bukan sejak 1948. Sebab, istilah halal bihalal sudah dikenal pada 1935 dan Kiai Abdul Wahab lahir pada 1888.

2. Riwayat Penjual Martabak India

Ada riwayat yang menyebutkan pada sekitar 1935, ada penjual martabak berkebangsaan India di gerbang Taman Sriwedari Solo. Ia dibantu seorang pribumi yang bertugas mendorong gerobak. Dalam menjajakan dagangannya, pribumi ini berteriak, ‘Martabak Malabar, halal bin halal, halal bin halal’. “Lalu anak-anak menirukannya dengan dengan berteriak ‘halal behalal’. Sejak itu istilah ini menjadi terkenal di Solo (2018:117).”

3. Sejak Zaman Belanda

Ada pula riwayat bahwa kata ‘halal’ biasa digunakan para jamaah haji dari Nusantara pada zaman Belanda untuk bertransaksi di Mekah. Karena keterbatasannya dalam berbahasa Arab, ketika tawar-menawar harga mereka bertanya “halal’? Jika penjualnya menjawab “halal”, maka akad jual beli dianggap sah dan disetujui.

Namun, riwayat tentang penjual martabak dan jamaah haji zaman Belanda itu tidak memiliki korelasi langsung dengan tradisi saling memaafkan pada hari raya Idul Fitri yang sudah dicatat dalam kamus Bahasa Jawa-Belanda yang terbit pada 1938.

4. Kamus Theodore Pigeaud

Theodore Pigeaud (1899-1988) adalah ahli sastra dari Belanda. Dia menyusun kamus Bahasa Jawa-Belanda sejak 1926 atas perintah Gubernur Jenderal Hindia Belanda. Dalam kamus yang terbit pertama pada 1938 itu sudah terdapat kata ‘Alalbihalal’ yang disebut sebagai tradisi khas lokal.

Arti ‘Alalbihalal’ dalam kamus itu mirip dengan kata ‘halal bihalal’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) saat ini. Dalam KBBI versi daring, halal bihalal artinya hal maaf-memaafkan setelah menunaikan ibadah puasa Ramadan, biasanya diadakan di sebuah tempat (auditorium, aula, dan sebagainya) oleh sekelompok orang.

5. Menurut Nikolaos Van Dam

Mantan duta besar Belanda di Indonesia (2005-2010) yang juga pakar Bahasa Arab, Nikolaos Van Dam, sempat menyangka istilah halal bihalal dari Arab. Namun, setelah mencari di kamus Bahasa Arab, ia tak menemukannya. Menurutnya, acara semacam halal bihalal ternyata juga tidak ada dalam tradisi bangsa Arab. Maka itu dia menyimpulkan halal bihalal berasal dari tradisi kaum Muslim di Indonesia.

6. Analisa Masdar Farid Mas’udi

Menurut Mas’udi, terbentuknya istilah halal bihalal ada dua kemungkinan. Pertama, istilah itu mungkin bermakna thalabu halalin bi thariqin halalin, yaitu mencari penyelesaian masalah atau mencari keharmonisan hubungan dengan cara mengampuni kesalahan.
Kedua, bisa jadi halal bihalal dari ungkapan halal yujza’u bi halal, yaitu pembebasan kesalahan dibalas pula dengan pembebasan kesalahan; dengan cara saling memaafkan.

7. Kesimpulan Ali Mashar

Meski tidak diketahui secara pasti siapa yang pertama kali menciptakan istilah halal bihalal, namun sejarah dimulainya tradisi halal bihalal secara nasional dapat dilacak sejak tahun 1948 ketika Kiai Abdul Wahab mengusulkan kepada Presiden Soekarno untuk membuat acara silaturahmi para tokoh politik dengan istilah halal bihalal.