Empat Ciri Tradisi Keagamaan dalam Thariqah Alawiyah

Istilah Alawiyyah berawal dari Imam Alawi bin Ubaidillah bin Ahmad Al-Muhajir. Beliau adalah putera dari Ahmad Bin ‘Isa Bin Muhammad Bin ‘Ali Al ‘Uraidhi bin Ja’far Asshidiq yang berasal dari Bashrah, Irak. Beliau melakukan hijrah ke Madinah Al-Munawwaroh hingga ke Yaman (Hadramaut). Sedangkan poros dan intinya terletak pada diri seorang Quthb al-Ghauts Syeikh al-Faqih al Muqaddam Muhammad bin ali Ba’ Alawi. Al-Faqih Al Muqaddam kemudian memberikan dan mewariskan tarekat ini kepada orang-orang yang saleh dan keturunannya.

Kemudian munculah beberapa karya yang melapangkan dada dan menyenangkan hati. Berupa bacaan wirid, kitab-kitab fiqh, tassawuf, dan sebagainya. Pasca munculnya karya-karya tersebut, Thariqah Alawiyah pun tersebar luas dan mengharumkan dunia. Sebab, tarekat ini dikenal di kalangan ahli makrifat dan karya tulis mereka telah tersebar luas. Dari paparan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Thariqah Alawiyah atau Tarekat Bani Alawi adalah sebuah metode, sistem atau cara tertentu yang digunakan oleh Bani Alawi dalam perjalanannya menuju Allah SWT.

Ajaran Thariqah Alawiyah atau As-Sadah Al-Ba’Alawi bila ditinjau berdasarkan mazhab fikihnya adalah As-Syafi’ah atau bermazhab Imam Syafi’i,  sedangkan bila ditinjau dari mazhab akidahnya, bermazhab Sunni atau Ahlu Sunnah Wal Jamaah. Dalam implementasinya, ajaran dasar Thariqah Alawiyah itu terdiri atas ilmu, amal, ikhlas, khauf (takut), dan wara’ (hati-hati). Ajaran tersebut masih diajarkan dari generasi ke generasi hingga saat ini.

Pengajaran keilmuan berdasarkan aturan tarekat (manhaj) As-Sadah Al-Ba’alawi ialah mengajarkan berbagai ilmu-ilmu keislaman, yang kini telah berkembang sepanjang sejarahnya dan menjadi bebagai cabang ilmu keislaman. Berbagai ma’had dan rubath tarekat ini, setelah tahun-tahun menjalankan pengajarannya secara terus-menerus sampai dengan hari ini, telah membuat cara-cara yang sistematis dalam memberikan pengajaran ilmu-ilmu tersebut, yang selain itu juga mengajarkan mengenai pentingnya pendidikan melalui suri tauladan (tarbiyyah fi tazkiyah).

Ada empat ciri tradisi keagamaan yang dilakukan oleh Thariqah Alawiyah dan masih berlangsung sampai sekarang, yaitu :

1. Membaca Ratib atau Wirid

Pengikut Thariqah Alawiyah memiliki bermacam bacaan ratib. Ratib sendiri dapat diartikan sebagai tulisan yang berulang-ulang memuji kebesaran Allah SWT. Di kalangan Alawiyin, ada bermacam Ratib yang terkenal diantara Ratib Al Haddad, Ratib Al Habsyi, Ratib basyaiban, dan lainnya. Tradisi baca râtib dilakukan oleh Alawîyyîn selepas salat Fardhu, biasanya setelah Ashar, Maghrib, atau selepas Isya. Dapat dibaca dirumah atau di mushalla-musholla juga oleh beberapa orang secara berjamaah.
Adapun tata caranya, didahului dengan pembacaan tawassul kepada Rasulullah SAW, para sahabat dan salihin, bertawassul kepada Ahmad bin Isa Al Muhajir, dan al-Faqîh Muhammad, kemudian para salaf Alawiyyin, lalu diikuti dengan bertawassul kepada pengarang ratib, bertawassul juga kepada para pemilik sanad iajzah ditutup dengan menghadiahkan bacaan surat Al-Fâtihah kepada semua muslimin dan muslimat.

2. Mengadakan Maulid

Kegiatan Maulid atau memperingati hari kelahiran Nabi SAW merupakan kegiatan keagamaan yang rutin diadakan oleh kalangan pengikut Thariqah Alawiyah. Dalam Thariqah Alawiyah memperingati kelahiran Nabi SAW merupakan salah satu bentuk kecintaan kepada Nabi atau bentuk kegembiraan terhadap lahirnya seorang Nabi besar, seorang teladan dan panutan. Peringatan Maulid Nabi biasanya diisi dengan pembacaan kitab Maulid karya para ulama Alawiyin,  misalnya kitab Maulid Ad-Dhya’Ulami karya Habib Umar bin Hadifdz atau kitab-kitab Maulid lainnya.

3. Menggelar Haul dan Berziarah Kubur

Begitupun peringatan haul, atau memperingati wafatnya tokoh ulama. Kalangan pengikut Thariqah Alawiyah rutin mengadakan haul-haul untuk memperingati wafatnya seorang tokoh ulama besar. Di Indonesia, acara haul semacam ini bahkan sudah menjadi tradisi yang berhubungan erat dengan wisata religi, misalnya Haul Habib Sholeh Tanggul, haul Habib Alwi bin Ali Al-Habsyi Solo, dan masih banyak lagi. Setiap peringatan haul, dapati dihadiri oleh ribuan jamaah. Biasanya di acara haul tersebut juga digelar sesi berziarah ke makam para ulama, seperti yang dilakukan dalam acara Ziarah Kubro di Palembang.

 

4. Majelis Rauhah

Ciri lain dari Thariqah Alawiyah adalah cinta pada ilmu dan memaksimalkan perbuatan baik sesuai ilmu yang dimiliki (amal), sebagaimana ilmu dan amal yang diwariskan oleh para salaf Alawiyyin. Ada tradisi yang khas sebagai implementasi dari kerangka pemikiran tersebut, yaitu Rauhah, suatu kegiatan majelis mendengarkan guru menerangkan suatu persoalan atau membahas kitab. Mungkin Rauhah lebih mirip dengan sistem “sorogan” yang biasa dikenal di lingkungan pesantren di Jawa. Suatu sistem pendidikan pedagogik yang menempatkan guru sebagai pengarah dan murid terlibat sebagai subyek. Ada kebiasaan unik di kala Rauhah, yaitu kebiasaan membakar kayu gaharu atau bukhur serta meminum kopi yang dicampur kapulaga. Menurut informasi tradisi ini juga dilakukan dan dibiasakan ketika pelaksanaan Rauhah di kalangan para habib Hadramaut tujuannya sebagai bentuk tabarruk dan ittibâ‘ (mengikuti) tradisi yang sudah umum dilakukan para salaf Alawiyyin agar mendapatkan fadhilah (keutamaan) dari majelis tersebut. (YAS)

Related posts

10 Keutamaan Orang Berpuasa Menurut Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki

Siapa Saja Penerima Zakat Fitrah?

Pengertian Itikaf dan Adabnya