Ingin Jumpa Lailatul Qadr? Persiapkan Diri

Sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan menjadi momen istimewa dan paling dinanti oleh umat Islam. Sebab, pada salah satu dari malam-malam itulah kemungkinan besar turunnya Lailatul Qadr, malam yang Allah nyatakan lebih baik dari seribu bulan.

Lailatul Qadr (Malam Kemuliaan) menjadi istimewa karena pada malam itulah Al-Qur’an diturunkan, seperti disebutkan dalam firman Allah SWT pada surah Al-Qadr:

اِنَّا اَنْزَلْنٰهُ فِيْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur’an) pada Malam Kemuliaan.” (Q.S. Al-Qadr/97:1)

لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ اَلْفِ شَهْرٍ

“Malam kemuliaan itu lebih baik daripada seribu bulan.” (Q.S. Al-Qadr/97:3)

Untuk mendapatkan Lailatul Qadr ini umat Islam berlomba-lomba menjalankan ibadah pada sepuluh malam terakhir Ramadhan. Majelis-majelis didirikan, orang-orang berduyun-duyun beritikaf di masjid untuk menyambut datangnya malam istimewa yang hanya satu kali pada malam Ramadhan.

Banyak riwayat terkait turunnya Lailatul Qadr yang mengatakan malam itu akan hadir pada malam-malam ganjil pada 10 terakhir Ramadhan. Mulai dari malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Salah satunya adalah yang terdapat dalam Tafsir Ibn Katsir tentang Surah Al-Qadr, dimana Imam Ahmad bin Hanbal meriwayatkan dari ‘Ubadah bin ash-Shamit bahwa dia pernah bertanya kepada Rasululllah SAW mengenai Lailatul Qadr, lalu Rasulullah SAW bersabda:

(فِي رَمَضَانَ فَالْتَمِسُوهَا فِي الْعَشْرِ اْلأَوَاخِرِ فَإِنَّهَا فِي وِتْرٍ فِي إِحْدَى وَعِشْرِيْنَ أَوْ ثَلاَثٍ وَعِشْرِيْنَ أَوْ خَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ أَوْ سَبْعٍ وَعِشْرِيْنَ أَوْ تِسْعٍ وَعِشْرِيْنَ أَوْ فِي آخِرِ لَيْلَةٍ)

“Pada bulan Ramadhan, carilah ia (Lailatul Qadr) pada malam sepuluh terakhir, karena ia ada di malam ganjil; malam keduapuluh satu, atau keduapuluh tiga, atau keduapuluh lima, atau keduapuluh tujuh, atau keduapuluh sembilang, atau pada malam terakhir.”

Juga banyak diriwayatkan bahwa pada sepuluh malam terakhir Ramadhan itu Rasulullah SAW mengencangkan sarungnya. Beliau menggiatkan malam-malam sepuluh terakhir Ramadhan itu dengan banyak beribadah dan beritikaf di masjid.

Dari Al-Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud, diriwayatkan oleh Aisyah radhiyallâhu ‘anhâ,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ الْعَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ، وَأَحْيَا لَيْلَهُ، وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ

“Adalah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam, bila sepuluh malam terakhir telah masuk, mengencangkan sarungnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.”

Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ

“Barangsiapa yang berdiri (untuk mengerjakan shalat) pada Lailatul Qadr karena keimanan dan mengharap pahala, akan diampuni untuknya segala dosanya yang telah berlalu.”
(Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan An-Nasa’i)

Di sepanjang bulan Ramadhan disunnahkan untuk memperbanyak doa, dan ketika memasuki sepuluh malam terakhir bulan Ramadhan disarankan untuk diperbanyak lagi doa-doanya, terutama di malam-malam ganjil.

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dari ‘Abdullah bin Buraidah bahwa ‘Aisyah ra pernah berkata, “Wahai Rasulullah SAW, jika aku bisa mendapatkan Lailatul Qadr, apakah doa yang harus aku panjatkan?” Beliau menjawab: “Bacalah:

اَللّهُمَّ اِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي

“Ya Allah, sesungguhnya Engkau Dzat Maha Pengampun, dan menyukai memberikan pengampunan (kepada hamba-Nya), maka ampunilah kesalahanku.”

Namun di samping himbauan untuk mencari Lailatul Qadr, penting juga untuk dicatat, bagaimana kita mempersiapkan diri untuk bertemu dangan malam mulia itu. Quraish Shihab dalam tafsir Surah Al-Qadr di Youtube mengatakan untuk menyambut kedatangan Lailatul Qadr, seorang muslim perlu menyiapkan diri. Persiapan ini tentu tak cukup satu dua hari, bahkan mungkin sejak awal Ramadhan tiba sudah harus disiapkan.

Beliau mengandaikan Lailatul Qadr sebagai tamu agung, banyak orang yang menyambut kedatangan tamu itu tapi belum tentu semua orang akan dikunjungi olehnya. Yang dikunjungi tentu mereka yang menyiapkan jiwanya untuk menyambut kedatangan Lailatul Qadr.

Bila diibaratkan dengan hal lain, tentu lailatul qadar tak akan dapat dilihat atau ditemui oleh orang-orang yang memunggunginya. Maksud dari memunggungi adalah mereka yang perilakunya bertentangan atau berlawanan dengan kemuliaan itu sendiri. Dan pemilik kemuliaan itu adalah Allah SWT, maka orang-orang yang perbuatannya bertentangan dengan Allah SWT artinya dia memunggungi Allah SWT dan berarti memunggungi kemuliaan malam lailatul qadar. Maka bagaimana seseorang yang memunggungi malam lailatul qadar berharap melihat atau berjumpa dengan malam kemuliaan itu?

Salah satu contoh persiapan agar berjumpa dengan Lailatul Qadr menurut penulis adalah memperbaiki puasa kita sejak awal Ramadhan. Imam al-Ghazali dalam kitabnya, Ihya Ulumiddin, membagi puasa menjadi tiga tingkatan: puasa umum, puasa khusus, dan puasa lebih dari khusus.

Puasa umum adalah puasa yang kebanyakan orang awam lakukan, yaitu cukup menahan haus, lapar, dan kemaluan pada siang hari, serta menghindari hal-hal lain yang membatalkan puasa. Puasa khusus adalah puasa yang ditambah dengan menjaga anggota-anggota tubuhnya dari perbuatan dosa. Puasa lebih dari khusus adalah puasa khusus ditambah dengan menjaga hati serta pikirannya untuk tidak berpikir kepada selain Allah SWT.

Puasa lebih dari khusus adalah puasa jiwa dan raga, atau al-Ghazali menyebutnya sebagai puasa para nabi. Dengan puasa seperti itu maka pelaku puasa akan mendapatkan dua kebahagiaan, yaitu ketika berbuka dan ketika berjumpa dengan Allah SWT, seperti yang diriwayatkan dalam sebuah hadits, dimana Rasulullah SAW bersabda:

لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ: فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ، وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ

“Orang yang berpuasa akan meraih dua kegembiraan, kegembiaran ketika berbuka puasa/berhari raya, dan kegembiraan ketika bertemu Tuhannya,” (HR Muslim).

Maka, ketika dengan berpuasa lebih dari khusus itu artinya kita telah mampu membuka hijab antara diri kita dengan Allah SWT. Sehingga setiap gerak, perilaku, hati, dan pikiran kita selalu terhubung dengan Allah SWT.

Nah, ketika hijab ini telah terbuka dan dipertemukan dengan Allah SWT, maka artinya kita sudah siap untuk menerima kedatangan Lailatul Qadr.

Seperti kita tahu, ketika Lailatul Qadr datang, tak hanya satu atau dua orang yang masih terjaga pada malam itu. Masih banyak orang beraktifitas. Namun, apakah semua orang yang terjaga malam itu bertemu dengan Lailatul Qadr? Ternyata tidak. Hanya orang-orang tertentu yang dapat melihat atau bertemu dengan Lailatul Qadr. Mereka adalah orang-orang yang telah mempersiapkan diri. Mereka membuka hijabnya hingga bertemu dengan Allah SWT dan bertemu dengan tamu agung, malam mulia Lailatul Qadr. Wallahu a’lam.[Bil]

*Sumber Gambar: Liputan6

Related posts

Lebaran di Betawi (oleh : Alwi Shahab)

“Bak Isa Lahir dari Maryam” Idul Fitri sebagai Awal Perbaikan Diri

MAKNA ZAKAT