Hikmah Alawiyah
Image default
Dakwah Thariqah Alawiyah

Keadaan Hati

Ketahuilah, ada hati yang hidup dan ada pula hati yang mati. Tanda-tanda hati yang hidup adalah bersinarnya cahaya akal sehingga dada menjadi lapang dan gelora nafs menjadi padam, tunduk, dan lemah. Karena hawa-nya tidak berfungsi lagi. Sebab, jika akal kuat, hawa menjadi lemah.

Nabi Shallahu walaihi wa sallam bersabda, “Setelah menciptakan akal, Allah mewahyukan kepadanya, “Menghadaplah!” Akal meghadap, Allah mewahyukan lagi kepadanya, “Berpalinglah!” Akal berpaling. Kemudian Allah mewahyukan kepadanya, ‘Diamlah!’ Akal pun diam. Setelah itu Allah mewahyukan, ‘Demi Keagungan dan Kebesaran-ku, Aku tidak menciptakan satu ciptaan pun yang lebih Kucintai darimu. Dan aku pasti akan meletakkanmu pada diri makhluk yang Kucintai. Denganmu aku mengambil dan denganmu Aku memberi.’

Setelah itu Allah menciptakan kebodohan dan mewahyukan kepadanya, ‘Menghadaplah!’ Ia berpaling. Allah mewahyukan kepadanya, ‘Diamlah!’ ia tidak mau berdiam. Allah kemudian mewahyukan, ‘Demi Keagungan dan Kebeseran-Ku, tidak Kuciptakan satu ciptaan pun yang lebih Kubenci darimu, dan Aku pasti akan meletakkanmu pada makhluk yang paling Kubenci.”

Adapun hamba yang hatinya hidup, kamu akan melihatnya dicintai masyarakat, berada dalam kesenangan (uns), tenang hatinya, baik perbuatanya, dan beribawa penampilannya karena cahaya Allah yang memancar dari tubuhnya. Dengan hanya melihat hamba tersebut, jika merasakan kenikmatan.

ذَٰلِكَ فَضْلُ اللَّهِ يُؤْتِيهِ مَنْ يَشَاءُ ۚ وَاللَّهُ ذُو الْفَضْلِ الْعَظِيمِ

Itulah karena Allah, diberikannya kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. (Al-Hadid, 57;21)

Adapun orang yang hatinya mati, kamu akan melihatnya murung, perbuatanya buruk, tidak pernah merasakan ketenangan dalam keadaan apapun, diliputi kesedihan kesedihan dan kebencian, tunduk pada hawa sehingga orang itu menjadi buta dan tidak dapat melihat aib-aibnya. Keadaan ini membuat hati bingung dan tidak tenang, ia seperti seseorang yang rumahnya roboh. Karena hati adalah rumah akal, maka akal akan bersedih bila rumahnya roboh.

Hati yang Mati

Ketahuilah, kematian hati kadang kala diakibatkan oleh sebab-sebab pembawaan (naluri), dan terkadang oleh sebab-sebab buruk yang lain.

Adapun hati yang mati karena sebab-sebab pembawaan (naluri) adalah hati yang keras, tidak khusyuk, tidak memiliki rasa kasih sayang. Manusia yang berhati macam ini memiliki fitrah yang buruk, tidak mempunyai kesenangan batin, menyukai keramaian, tidak suka menyendiri, gemar omong kosong dan suka melakukan perbuatan yang sisa-sia. Ia jauh dari Allah Taála, tidak memiliki kecakapan dalam ilmu-ilmu agama, nasihat dan petunjuk hampir-hampir tidak bermanfaat baginya, sebagaimana dikatakan:

ةظَعِوْمَ ُهعَْفنَْت مَْل بُلَْقلاْ اسََق ذَإِ

رُطَمَلاْ ِعَفنَْت مَْل تْخحَبِسَ نِْإ ضِرَْلأْاكَ

Jika hati keras, nasihat akan sia-sia sebagimana tanah tandus hujan pun tak berguna

Hati yang mati adalah hati yang pemiliknya sering melakukan maksiat, sedikit berbuat taat.

Hati yang Hidup

Seseorang yang hatinya hidup akan bersikap penuh kasih sayang, lemah lembut, lunak, ramah, dekat dengan masyarakat, mencintai dan dicintai. Kamu akan melihat orang yang berhati macam ini batinnya merusak kenikmatan, suka menyendiri, tidak suka omong kosong, menjauhi keburukan dan pertentangan.

Berbahagialah dia, karena hanya menjadi tempat jatuhnya pandangan Allah, perbendaharaan hikmah dan gudang rahasia-rahasia-Nya (asrar). Diriwayatkan bahwa Allah Taála mewahyukan dalam beberapa kitab terdahulu, “Ssungguhnya langit dan bumi tidak mampu menampung-Ku dan terlalu sempit untuk menampung-Ku, hanya hati hamba-Ku yang beriman dan tenang yang menampung-Ku.’’

Hati yang hidup merupakan rahasia alam (sirrul álam), sumber keajaiban dan wadah rahasia-rahasia (asraul ilahiyah), didalamnya sering terjadi peristiwa-peristiwa serupa. Hanya saja terdpat perbedaan besar antara hati dan nafs: keduanya saling bertentangan, semua yang datang dari hati yang baik, sedangkan semua yang tumbuh dari nafs adalah buruk.

Namun perilaku orang yang dikuasai nafs tampak seperti perilaku orang yang memliki hati. Orang yang memiliki hati perbuatanya baik dan mulia. Sedangkan orang yang dikuasai nafs perbuatanya buruk seperti setan, memiliki pengaruh nyata bagi timbulnya berbagai macam bencana dan fitnah. Allah menjadikan bencana dan fitnah tersebut adalah sebagai ujian bagi hamba-Nya dan sesuai kehendak-Nya.

Sumber : Alydrus, Novel. 2017. Rahasia Ilmu para Wali. Surakarta : Taman Ilmu.