Habib Sholeh bin Abdullah Al-Attas dilahirkan di Huraidhah, Hadramaut, pada 1912. Menginjak usia 17 tahun, Habib Sholeh diminta pamannya, Habib Muhammad bin Muhsin Al-Attas datang ke Jawa. Beliau diminta sang Paman untuk membantu berdakwah lewat Majelis Ta’lim Ar-Ridhwan di Bekasi Kidul (Jalan Mawar Raya No. 13, Bekasi), Jawa Barat.
Selama membantu sang paman, Habib Sholeh tak menyia-nyiakan kesempatan untuk belajar kepadanya. Selain itu beliau juga menimba ilmu dari para habaib di masa itu. Di antaranya kepada Habib Ali bin Husein Al-Attas (Habib Ali Bungur).
Pada awal masanya tinggal di Bekasi, Habib Sholeh sempat merantau hingga sampai ke Jambi, Sumatera Timur. Di kota itu, beliau membangun mahligai rumah tangga dengan seorang gadis dari keluarga Al-Muhdhar. Dari pernikahan itu Habib Sholeh dikaruniai enam orang anak: Hasan, Umar, Khadijah. Abdullah, Wan Tjik, dan Husein.
Setelah beberapa tahun di Jambi, beliau kemudian kembali ke Bekasi. Sampai di Bekasi, oleh pamanya, Habib Muhammad bin Muhsin Al-Attas, Habib Sholeh dinikahkan dengan putri sang paman hingga memiliki tujuh keturunan: Ali, Syekhah, Muhammad, Muhsin, Alwi, Hasyim, dan Ahmad.
Beberapa tahun kemudian, Habib Sholeh pindah ke Jakarta dan menikah lagi dengan gadis dari keluarga Al-Habsyi. Pada pernikahan yang ketiga kali ini beliau dikaruniai dua anak: Hamid dan Salmah.
Paman sekaligus mertua Habib Sholeh yaitu Habib Muhammad kemudian menyerahkan kepemimpinan Majelis Ta’lim Ar-Ridhwan ke tangan Habib Sholeh.
Meski terkenal berwatak keras dan tegas, Habib Sholeh memiliki hati yang lembut. Hal ini terlihat dari cara beliau menyampaikan dakwahnya yang luwes. Bahasan yang disampaikannya mudah diterima oleh masyarakat.
Beliau juga tak mengajarkan ilmu yang berat-berat, melainkan ilmu ibadah yang sehari-hari diamalkan oleh masyarakat, seperti tentang shalat, puasa, zakat, dan segala hal yang dibutuhkan orang awam dalam kesehariannya.
Selain mengembangkan Majelis Ta’lim Ar-Ridhwan, Habib Sholeh juga pernah mendirikan Madrasah As-Salafiyyah, yang tak jauh dari Masjid Al-Akhyar. Masjid itu didirikan oleh Habib Muhammad bin Muhsin Al-Attas, paman sekaligus mertuanya itu.
Sikap istiqamah Habib Sholeh dalam berdakwah melahirkan kharisma tersendiri dalam diri beliau, sehingga kemudian banyak jamaah yang mengikutinya. Tak mengherankan bila hingga kini nama beliau masih terus dikenang warga Bekasi.
Habib Sholeh juga melanjutkan tradisi pembacaan Maulid Diba’ yang sebelumnya dilakukan oleh sang paman. Pada tahun 1975 Habib Sholeh wafat dalam usia 63 tahun. Jenazahnya dimakamkan di belakang Masjid Al-Akhyar, Bekasi, berdampingan dengan makam Habib Muhammad bin Muhsin Al-Attas.
*Sumber: Majalah ALKISAH NO. 03/9 – 22 Feb. 2009. – Rubrik Haul.