Hikmah Alawiyah
Image default
Hikmah Kisah Kaum Shalihin

Akhlak Mulia Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad

Mufti Mesir era 80-an, Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf menggambarkan Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad sebagai Syaikhul Islam (mahaguru), penganjur dan pemimpin utama dalam jejak dakwah dan pendidikan.

Beliau juga menyebut Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad sebagai imam ahli di zamannya, yang berdakwah kepada jalan Allah, serta berjuang untuk mengembangkan agama yang suci dengan lisan dan tulisannya. Sehingga, karya-karya kitabnya menjadi rujukan banyak orang dalam menuntut ilmu pengetahuan.

Nama Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad memang sudah tercatat sebagai salah satu nama fenomenal dalam sejarah umat Islam. Beliau adalah salah satu tokoh Islam yang mendunia. Karya-karya tulisnya menjadi rujukan penting bagi umat Islam. Perjalanan hidupnya membuat decak kagum banyak orang, begitu pun dengan akhlak mulianya.

Habib Abdullah sangat gemar dan giat dalam menuntut ilmu. Karena kegemarannya itu membuat beliau sering melakukan perjalanan ke berbagai tempat untuk menemui para ulama dan menimba ilmu dari mereka. Beliau pernah berkata, “Apa kalian kira aku mencapai semua ini dengan santai? Tidak tahukah kalian bahwa aku berkeliling ke berbagai kota (di Hadhramaut) untuk menjumpai kaum shalihin, menuntut ilmu dan mengambil berkah dari mereka?”

Bukan hanya giat dalam mencari ilmu, Habib Abdullah juga sangat giat dalam mengajarkan ilmu dan mendidik murid-muridnya. Tak sedikit penuntut ilmu yang datang kepadanya untuk berguru dan menimba ilmu. Suatu hari beliau berkata, “Dahulu aku menuntut ilmu dari semua orang. Kini semua orang menuntut ilmu dariku.” Beliau juga mengatakan, “Andaikan penghuni zaman ini mau belajar dariku, tentu akan kutulis banyak buku mengenai makna ayat-ayat Al-Qur’an. Namun, di hatiku ada beberapa ilmu yang tak kutemukan orang yang mau menimbanya.”

Menurut Habib Abdullah, kemajuan zaman justru membuat orang-orang shalih menyembunyikan diri, membuat mereka lebih senang menyibukkan diri dengan Allah. Beliau pernah berkata, “Zaman dahulu keadaannya baik. ‘Dagangan’ kaum shalih dibutuhkan masyarakat, oleh karena itu mereka menampakkan diri. Zaman ini telah rusak, masyarakat tak membutuhkan ‘dagangan’ mereka, karena itu mereka pun enggan menampakkan diri.”

Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad juga dikenal sebagai sosok yang menyayangi kaum fakir miskin. Suatu hari beliau berkata, “Andaikan aku kuasa dan mampu, tentu akan kupenuhi kebutuhan semua fakir miskin. Sebab pada awalnya, agama ini ditegakkan oleh orang-orang mukmin yang lemah.” Beliau juga mengatakan, “Dengan sesuap (makanan), tertolaklah berbagai bencana.”

Sebagai seorang dai, beliau tak hanya mengucapkan atau menuliskan ilmu yang dimilikinya namun juga mencontohkan dengan mengamalkannya. Kegemarannya berdakwah membuat beliau melakukan banyak perjalanan, sehingga pergaulannya pun menjadi bertambah luas. Terkait hal ini, beliau pernah berkata, “Sesungguhnya aku tak ingin bercakap-cakap dengan masyarakat, aku juga tak menyukai pembicaraan mereka, dan tak peduli kepada siapa pun diri mereka. Sudah menjadi tabiat dan watakku, bahwa aku tak menyukai kemegahan dan kemasyhuran. Aku lebih suka berkelana di Gurun Sahara. Itulah keinginanku, itulah yang kudambakan. Namun, aku menahan diri untuk tak melaksanakan keinginanku agar masyarakat dapat mengambil manfaat dariku.”

Meski Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad merupakan seorang tokoh terkemuka dan diakui luas keilmuannya, namun bukan berarti perjalanannya dalam berdakwah berjalan mulus. Beliau juga mendapat gangguan dari masyarakat lingkungannya. “Kebanyakan orang ketika tertimpa musibah penyakit atau lainnya, mereka tabah dan sabar. Sebab mereka sadar bahwa itu semua adalah qadha dan qadhar Allah. Tetapi jika diganggu orang, maka mereka akan sangat marah. Mereka lupa bahwa gangguan-gangguan itu sebenarnya juga merupakan qadha dan qadhar Allah. Mereka lupa bahwa sesungguhnya Allah hendak menguji dan menyucikan jiwa mereka.”

Nabi Muhammad SAW bersabda, “Besarnya pahala tergantung pada beratnya ujian. Jika Allah mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Barang siapa ridha, ia akan memperoleh keridhaan-Nya. Barang siapa tidak ridha, Allah akan murka kepadanya.”

Suatu ketika ada beberapa orang yang memakan hidangan yang disajikan Habib Abdullah, namun mereka juga memaki beliau. Atas peristiwa itu beliau berkata, “Perbuatan mereka tidak mempengaruhi sikapku. Aku tidak marah kepada mereka, bahkan mereka kudoakan.”

Habib Abdullah tak pernah menyakiti hati orang lain, bahkan ketika beliau harus bersikap tegas, beliau segera menghibur dan memberikan hadiah kepada orang yang telah ditegurnya. Beliau berkata, “Aku tak pernah melewatkan pagi dan sore dalam keadaan benci atau iri kepada seseorang.” Beliau lebih suka berpegang kepada hadits Rasulullah SAW, “Orang beriman yang bergaul dengan masyarakat dan sabar menanggung gangguannya, lebih baik daripada orang yang tidak bergaul dengan masyarakat dan tidak pula sabar menghadapi gangguannya.”

Dalam salah satu syairnya Habib Abdullah menulis:

Bila Allah mengujimu, bersabarlah karena itu hak-Nya atas dirimu

Dan bila Dia memberimu nikmat, bersyukurlah

Siapa pun yang mengenal dunia, pasti akan yakin

Bahwa dunia, tak syak lagi adalah tempat kesengsaraan dan kesulitan

*Sumber: Majalah ALKISAH No. 19/17-30 SEPTEMBER 2012. Rubrik Manaqib
Foto: http://mirza-annaqib.blogspot.com/