Hikmah Alawiyah
Image default
Hikmah Manaqib

Syarif Yusuf bin Abid, Leluhur al-Hasani di Hadramaut

Hijrahnya orang-orang Arab ke Nusantara sudah terjadi bahkan sebelum abad ke-7 Masehi, sementara itu peranakan Arab dari Hadramaut, Yaman, tercatat datang ke Nusantara pada pertengahan abad ke-18. Peranakan Arab yang datang dari Hadramaut ini didominasi oleh para sayyid atau keturunan Rasulullah SAW dari jalur al-Husein. Namun bukan berarti tak ada keturunan Rasulullah dari jalur al-Hasan atau syarif di Hadramaut yang datang ke Nusantara dan ke Indonesia pada khususnya.

Bila para sayyid yang datang dari Hadramaut ke Indonesia melalui garis keturunan Al-Imam Ahmad bin ‘Isa atau lebih dikenal dengan Ahmad al-Muhajir, maka para syarif dari garis keturunan Syarif Yusuf bin Abid.

Syarif Yusuf bin Abid lahir 646 tahun setelah Al-Imam Ahmad bin ‘Isa tiba hijrah di Hadramaut dari Baghdad, Irak. Syarif Yusuf lahir pada Senin 17 Rabi’ul Akhir 965 H/1558 M di daerah al-Faidhah di Maroko. Beliau lahir dari ayah bernama Syarif Abid bin Muhammad bin Umar dan ibu bernama Manshurah binti Abdullah bin Umar.

Pada usia 10 tahun, Syarif Yusuf ditinggal wafat ayahnya. Kemudian Syarif Yusuf diasuh oleh ibunya dan saudara serta paman-pamannya. Pada usia 20 tahun Syarif Yusuf belajar Al-Qur’an dari Syaikh Musa Al-Wahidi, sekaligus menjaga ternak-ternaknya di kota Anqad.

Selain belajar dari Syaikh Musa, Syarif Yusuf juga belajar dari Syaikh Ibrahim Al-Mamudi di Madrasah Al-Misbah. Setiap pagi beliau belajar ilmu tafsir al-Qur’an dan kitab fiqih. Pada usianya yang 26 tahun itu Syarif Yusuf terus menuntut ilmu dan menghadiri majelis-majelis para alim ulama. Dari para ulama itu Syarif Yusuf mendapat bimbingan, seperti yang diceritakannya dalam kitab yang ditulisnya sendiri berjudul “Ar-Rihlah”.

Kemudian salah satu gurunya bernama Syaikh Ahmad bin Hamidah Al-Mutarafi As-Sidadi memerintahkan Syarif Yusuf untuk menulis buku perihal perjalananya mencari ilmu selama ini. Syarif Yusuf kemudian menulis buku berjudul Durar al-Fakhirah fi A’yan Ulama al-Akhirah (mutiara nan istimewa dari para tokoh ulama akhirat).

Guru Syarif Yusuf, Ahmad bin Hamidah adalah seorang yang ahli dalam bidang ilmu “Asma Allah”.

Dalam buku Ar-Rihlah juga disebutkan bahwa Syarif Yusuf memulai petualangannya mengembara ke negeri-negeri yang jauh untuk menuntut ilmu.

“Aku tergerak untuk mencari ilmu, memperoleh manfaat di sisi Allah, begitu pula membaca Al-Qur’an di hadapan mereka. Aku telah menimba ilmu Al-Qur’an dari orang-orang yang belajar Al-Qur’an kepada para penghafal Al-Qur’an yang terkenal. Maka aku melakukan perjalanan ke kota As-Salam, di Fas…”

Rasa dahaga akan ilmu pengetahuan membuat kakinya terus melangkah dari kota ke kota dan menemui guru demi guru. Dari kota Fas, perjalanan dilanjutkan ke Kota Maknas, lalu ke Kota Marakasy. Syarif Yusuf menempuh perjalanan itu dengan penuh cobaan dan rintangan.

Beliau menggambarkan rintangannya itu dengan mengatakan:

“Aku hanya seorang diri, Allah-lah yang menyertaiku. Aku membawa sedikit kurma dan gandum sebagai bekal. Aku mendapat kesukaran kali ini yang tak pernah aku dapati dalam perjalananku. Aku cantumkan pula perjalananku ini dalam bukuku yang berjudul Ad-Durar al-Fakhirah. Lihatlah dalam bukuku itu.”

Setiap Syarif Yusuf mendengar ada orang yang istimewa (alim), pasti akan ia datangi dengan penuh semangat. Dalam pertemuan-pertemuan itu selalu ada mutiara yang dapat ia petik dari setiap pertemuan dengan orang-orang istimewa itu. Hingga sampailah dia di kota Iskandariyah.

Di kota itu, selain bertamu ke para ulama, Syarif Yusuf juga menziarahi makam Syaikh Abul Hasan Asy-Syadzili, Syaikh Muhammad bin Hasan Al-Bakri, Syaikh Ahmad Al-Badawi.

Pengembaraan Syarif Yusuf ini ternyata dimaksudkan untuk mencari seorang yang benar-benar menjadi mursyidnya. Hal ini karena para gurunya mengatakan kepada Syarif Yusuf bahwa dirinya kelak akan bertemu dengan seseorang yang membimbingnya lahir dan batin.

“Aku memimpikan orang yang akan membimbingku. Aku melihatnya kadang bersama sekelompok orang, namun kadang-kadang juga sendiri. Dan setiap kali aku memimpikan orang ini, bertambah semangat dan kesungguhanku dalam melakukan apa yang harus aku lalukan. Tak ada yang menjelaskan kepadaku di mana beliau yang selalu datang ke alam mimpiku. Dan beliau juga tak memberikan penjelasan kepadaku agar aku mengenalinya.”

Setiap ia menemui seorang syaikh di daerah barat, syaikh itu berkata, “Tertulis di dahimu bahwa syaikhmu berasal dari timur.”

Begitulah, tiap kali dia bertanya kepada seorang syaikh selalu dijawab “Syaikhmu berasal dari timur”.

Dari Iskandaria, Syarif Yusuf diminta berangkat ke Makkah oleh Syaikh Muhammad Al-Bakri. Di kota suci itu, Syarif Yusuf mendengarkan orang-orang membicarakan tentang Syaikh Abubakar bin Salim. Dari pembicaraan itu didapat kabar bahwa Syaikh Abubakar bin Salim mendidik para murid dan mengantarkan mereka kepada Allah SWT.

Segera Syarif Yusuf bergegas ke tempat Syaikh Abubakar bin Salim. Karena ingin segera bertemu dengan Syaikh Abubakar bin Salim, Syarif Yusuf tak sempat lagi membawa bekal apa pun selama menyeberangi gurun.

Dikisahkan, beberapa saat sebelum kedatangan Syarif Yusuf, Syaikh Abubakar bin Salim sedang duduk bersama sahabat dan murid-muridnya. Tiba-tiba Syaikh Abubakar bin Salim berkata, “Kalian memiliki seorang saudara dari barat. Ia akan segera datang menemui kalian”.

Tak lama kemudian, Syarif Yusuf datang bersama rombongannya.

“Bangunlah,” kata Syaikh Abubakar bin Salim kepada murid-muridnya. “Sambutlah saudara kalian, Yusuf bin Abid. Ia adalah syarif yang aku sampaikan kepada kalian tentang kedatangannya”.

Ketika Syarif Yusuf bertemu dengan Syaikh Abubakar bin Salim, dia terkejut melihat sosok yang sering muncul dalam penglihatannya. Padahal, mereka belum pernah bertemu.

“Engkau bingung terhadapku, wahai Yusuf. Aku adalah ayah ruhmu. Sedang ayahmu adalah ayah jasadmu. Demi Allah, aku telah melihatmu sejak kamu berada dalam sulbi ayahmu. Ketika ibumu melahirkanmu, aku pun hadir di sana,” kata Syaikh Abubakar bin Salim kepada Syarif Yusuf yang masih keheranan melihat langsung sosok yang sering muncul dalam benaknya itu.

Sejak saat itu, Syarif Yusuf menuntut ilmu dari Syaikh Abubakar bin Salim. Syarif Yusuf tak pernah meninggalkan Syaikh Abubakar bin Salim. Hingga akhirnya Syaikh Abubakar bin Salim wafat di pangkuannya.

Ketika Syaikh Abubakar bin Salim dalam kondisi sakit sebelum wafatnya, Syaikh Abubakar bin Salim memberikan khirqah (semacam simbol bai’at) kepadanya berupa kopiah yang dikenakan sendiri oleh sang guru. Lalu Syaikh Abubakar bin Salim menjadikan Syarif Yusuf sebagai syaikh dan memberinya ijazah untuk memberikan khirqah itu nanti kepada orang yang pantas menerimanya.

Sehari sebelum wafat, Syaikh Abubakar bin Salim sempat berkata, “Sedangkan Yusuf, aku telah menjadikannya syaikh dan pendidik.”

Sehingga, keturunan Syarif Yusuf bin Abid ini menjadi satu-satunya keluarga dari al-Hasani yang tercatat di Maktab Daimi-Rabithah Alawiyah. Keturunan Syarif Yusuf dari jalur Al-Hasan (al-Hasani) inilah yang nantinya sampai ke Indonesia. Sesampai di Indonesia kata al-Hasani biasa dilafalkan al-Hasni.

*Sumber: ALKISAH NO.01/6-19 JANUARI 2014
* Foto: www.menaracenter.org