Hikmah Alawiyah
Image default
Kolom Mahya

Renungan Tentang Sang Waktu: Menjelang Pergantian Tahun

Oleh Haidar Bagir

“Demi waktu Manusia sungguh merugi.
Yang tenteram-percaya (kepada Tuhan) terkecuali.
Juga yang beramal baik dan yang mengajak kepada kebenaran.
Dan yang mengajak kepada kesabaran.” (QS Al-Ashr)

Maka benarlah firman Yang Mahabijaksana bahwa ambiguitas durasi waktu hanya bisa diatasi dengan mengukurnya terhadap kebenaran, dan terhadap kesabaran. Kebenaran adalah sesuatu yang mutlak.

Menegakkan kebenaran tak mempan waktu. Seberapa kecil pun, seberapa lama pun, tak ada waktu yang hilang. Sementara, kesabaran menjulang mengatasi keterbatasan durasi hidup manusia. Tak ada waktu yang terlalu panjang di hadapan kesabaran. Kebenaran dan kesabaran, di hadapan durasi waktu, adalah dua sisi dari satu koin yang sama.

Maka, mengukur pencapaian sebuah upaya tak boleh dilihat dari seberapa lama upaya itu diusahakan. Boleh jadi suatu upaya telah panjang diusahakan, tapi tak banyak juga yang berhasil disumbangkan. Boleh jadi juga, ia baru-baru saja, tapi perbedaan telah kentara diciptakannya.

Ya, panjang-pendek waktu adalah memang sesuatu yang ambigu. Untuk amal kebaikan yang lahir dari tenteramnya kepercayaan kepada Sang Kebenaran, waktu nyaris bukan faktor. Demi kebenaran, dengan kesabaran, tak ada waktu sepanjang apa pun yang terlalu panjang. Demi keduanya, tak ada yang hilang dalam kerugian.

Lagipula, pada akhirnya, siapa pembuat perubahan, siapa pewujud kenyataan, siapa pembawa hasil? Bukan kita manusia, tapi Dia. Kita bisa merasa telah bekerja mati-matian, tapi tak ada hasil besar tampak di mata. Di waktu lain kita tak berdaya, dan hampir tak bisa berbuat. apa-apa. Tapi dunia tiba-tiba berubah saja. Lupakah kita pada “idzaa jaa’a”? Karena bukankah sangat mudah bagi “Dia, untuk berkata ‘Jadilah,’ maka jadi?”

Maka manusia tak berhak kecewa. Manusia hanya bisa hidup dalam kumpulan waktu sekarang. Ketika tiada masa lampau untuk penyesalan, dan tiada masa depan untuk kuatir. Lalu menjalaninya penuh syukur, dan memanfaatkan masa sekarang-sekarang kita dengan sebaik-baiknya. Terus demikian saja. Sampai yang luar biasa merekah. Begitu saja.

Ash-shufi ibnul-waqt…

“Sufi adalah anak waktu. Mengatakan ‘esok’, O Sahabat, bukanlah di antara keadaan yang cocok untuk keberadaan di Jalan (Tuhan)”
…..

” Masa lampau dan masa depan adalah tirai yang menghalangi kita dari melihat Tuhan. Bakar habis keduanya dalam api”

Rumi

*Sumber: Mizan.com / Foto: Megapixl