Hikmah Alawiyah
Image default
Kolom Mahya

Tahun Baru

Oleh: Abdillah Toha

Tahun Baru sebenarnya hanya merupakan kesepakatan bersama antar kelompok, komunitas, penganut agama, atau lainnya untuk menarik garis pemisah antara masa lalu dengan masa depan. Bisa saja ada kesepakatan bahwa satu Juli atau buat Muslim satu Rabiul Awal dijadikan awal tahun. Bukan satu Januari atau satu Muharram.

Tujuannya mewujudkan kesadaran waktu bahwa yang lalu sudah tak bisa diubah dan berharap yang akan datang akan lebih baik karena tanpa harapan orang tak bisa hidup. Perhitungan bulan dan tahun tujuannya juga untuk menghitung waktu dan usia serta menempatkan berbagai peristiwa dalam kurun waktu yang berbeda.

Sebagian orang juga mewujudkan kesadaran pergantian tahun untuk membuat resolusi akan mengubah cara hidupnya guna memperbaiki kekurangan di masa lalu. Padahal niat mengubah diri sesungguhnya bisa saja dilakukan setiap saat tanpa harus menunggu datangnya Tahun Baru.

Kita tahu bahwa waktu di luar kendali kita. Waktu adalah milik Tuhan yang DiriNya tidak terikat ruang dan waktu. Satu jam adalah satu jam, begitu pula satu bulan dan satu tahun. Sama bagi setiap manusia. Namun perasaan terhadap waktu bergantung kepada kondisi kejiwaan kita. Dalam keadaan senang waktu terasa pendek, sebaliknya dalam keadaan tertekan satu hari bisa terasa seperti seminggu.

Menurut penelitian ilmiah, persepsi waktu bagi hewan berbeda dengan manusia karena susunan saraf yang berbeda. Hewan kecil seperti lalat dan semut melihat segala sesuatu dengan penglihatan gerak lambat (slow motion). Sebaliknya anjing melihat seperti film yang dicepatkan geraknya (fast forward), sehingga satu hari bagi lalat bisa sama dengan sebulan bagi manusia dan tujuh tahun bagi manusia sama dengan satu tahun bagi anjing.

Dari perspektif Allah dan akhirat, masa hidup kita di dunia ini sangat pendek. Dikatakan bahwa nanti di akhirat masing masing kita akan mengira bahwa kita hidup di dunia hanya satu atau dua hari. Dalam hal ini Allah SWT berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’ (QS. Al-Mu’minuun:114) ‘Sesungguhnya sehari disisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.’ (Q.S. Al-hajj:47)

Kita bisa memahami bila orang berdoa di awal Tahun Baru agar hidupnya menjadi lebih baik di tahun tahun berikutnya. Tapi sulit memahami kenapa orang merayakan Tahun Baru dengan berpesta pora. Seakan akan semua amal buruk dan dosa kita sebelumnya seluruhnya terhapus di Tahun Baru sehingga kita patut merayakannya.

Sesungguhnya mereka yang merayakan Tahun Baru, disadari atau tidak, di benaknya berupaya untuk melupakan segala keburukan dan kekeliruan yang terjadi di tahun sebelumnya. Padahal seharusnya kita tidak boleh melupakan tetapi justru mencatat dan mengingat semua peristiwa yang terjadi di masa lalu agar kita tidak mengulang kesalahan yang sama.

Para ahli sejarah sepakat bahwa sejarah selalu berulang kembali. History repeats itself. Tapi orang tidak pernah belajar. Penguasa, kerajaan besar dan raksasa berdiri, mencapai puncak kekuasaannya kemudian ambruk. Bekas-bekasnya masih ada sampai sekarang. Firaun, Romawi, Mongol, Yunani, Ottoman, dan sebagainya, berjaya untuk kemudian runtuh. Sebaliknya dari titik terendah reruntuhan tumbuh negeri-negeri baru yang menjadi besar dan berpengaruh seperti Jerman, Jepang, dan Tiongkok. Mengapa demikian?

Pertama, ketika suatu kekuasaan mencapai puncaknya maka tidak ada jalan lain kecuali turun ke bawah. Sebaliknya, ketika berada di posisi paling bawah jalan yang ada hanya keatas. Kedua, orang tidak pernah belajar dari sejarah. Apa yang terjadi di masa kini sesungguhnya telah berkali-kali terjadi di masa lalu. Bahkan ada beberapa peristiwa yang persis sama. Bisa juga bukan peristiwanya yang sama tapi fenomenanya sama.

Hukum sebab akibat berlaku dari dahulu sampai sekarang dan yang akan datang. Meski manusia masa kini sudah jauh lebih cerdas dan maju, ada sifat manusia yang tetap sama. Manusia adalah makhluk tamak dan pelupa. Nabi SAW bersabda “Dua serigala yang lapar yang dilepas di tengah kumpulan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan dengan sifat tamak manusia terhadap harta dan kedudukan yang sangat merusak agamanya.”

Manusia juga tampaknya masih membawa sifat kakeknya Adam yang lupa. Firman Allah “Dan sesungguhnya telah Kami perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa (akan perintah itu), dan tidak Kami dapati padanya kemauan yang kuat.” (QS. Thaha: 115) Manusia saling mencederai dan membunuh satu sama lain juga sudah diramalkan oleh malaikat di langit.

Sebaliknya, ada sisi positif dan hikmah dari sifat lupa yang melekat ke manusia. Bila seluruh peristiwa buruk pada diri manusia sampai yang kecil seluruhnya terungkap dari memori, maka itu bisa menjadi beban berat yang harus dipikul dan mengganggu kebahagiannya.

Selanjutnya Allah juga berfirman bahwa segala sesuatu di jagad raya ini, baik manusia dan seluruh makhluk maupun sistem tata surya ada ajalnya. Ajal adalah batas waktu sebelum diakhiri oleh Yang Maha Kuasa. Begitu pula umat, generasi, kekuasaan, dan keberjayaan. ”Tidak ada suatu umat pun yang dapat mendahului ajalnya, dan tidak (pula) dapat mengundurkan (nya).” (QS. al-Hijr: 5) Jatuh bangunnya kekuasaan adidaya dalam sejarah manusia juga merupakan sunnatullah.

Selamat Tahun Baru yang diucapkan dari dalam lubuk hati sesungguhnya adalah doa dan harapan agar kerabat dan kawan kita di tahun yang baru selamat sejahtera, lahir dan batin, serta dilimpahi rahmat dan bimbinganNya untuk mencapai cita citanya melalui jalan yang diridhoi Allah SWT.

*Sumber: Islam Indonesia/ Foto: Healt.mil