Jakarta (MAHYA) – Diskusi “Ngobrolin Islam Kita” kembali digelar Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA). Pada edisi ketiga yang digelar Sabtu (29/02), di Sekretariat MAHYA, tema yang diangkat adalah “Belajar Islam di Media Oline” dengan menghadirkan bintang tamu Savic Ali, penggiat media sosial yang juga Direktur NU Online.
Savic menuturkan banyak netizen yang mulanya tak paham latar belakang manhaj sumber-sumber informasi yang mereka dapat dari website. Sehingga terkadang, sumber informasi tersebut dengan mudahnya disebar meskipun terkadang mengandung pesan-pesan provokatif yang cenderung mengundang permusuhan.
Namun seiring dengan gencarnya kemunculan website-website moderat yang banyak dipelopori oleh jejaring NU Online, lambat laun kondisi tersebut mulai berubah, “Alhamdullilah sekarang menurut Alvara Research, website-website Islam moderat sudah mulai mampu mengambil alih perannya sebagai penyedia sumber informasi yang akurat dan sejuk,” katanya.
Terkait tren belajar agama di media online, mantan aktivis 98 ini juga mengatakan bahwa mereka yang belajar Islam dari Media Online hanya belajar tentang hal-hal yang praktis. Yaitu hal-hal yang mereka hadapi sehari-hari. Makanya, dia bilang di Media Online banyak yang bertanya tentang hukum atau fiqih. “Pertanyaan seperti itu umumnya dimiliki kelas menengah kota,” sambungnya.
Nah, masyarakat kota yang didominasi oleh masyarakat modern cenderung mengejar kepentingan, istilahnya Instrumental Reason. Yaitu melakukan sesuatu dengan melihat keuntungan yang akan didapatnya. “Makanya beragama yang biasanya diimbuhi dengan insentif biasanya menarik buat muslim kota. Sodaqoh akan dibalas pahala sekian kali lipat, hadist itu populer karena raisonalitasnya instrumental,” kata Savic.
Setelah mengetahui kebutuhan orang-orang modern ini, maka NU Online yang awalnya jarang memuat terkait fiqih, sedikit demi sedikit sudah mulai memuat juga. Hingga akhirnya kini mampu bersaing media-media Islam lainnya.
Namun, sambung Savic, kondisi sebaliknya terjadi di platfrom Youtube. Konten yang menyebarkan ahlak, atau nilai-nilai Islam yang sejuk masih sedikit. Savic menyebut beberapa tokoh seperti Ustadz Quraish Shihab atau Gus Mus. “Mungkin cuma dua tokoh ini yang kita punya, selebihnya belum ada,”
Karenanya ia mengapresiasi Habib Husein Jafar Al Hadar yang rajin memposting karyanya di kanal Youtube. “Tokoh-tokoh muda seperti Habib Husein Jafar ini harus diperbanyak, dan mau tampil di Youtube,” tandas Savic.
Habib Husein membenarkan hal itu. Beliau menuturkan jika ustaz-ustaz moderat masih belum terbiasa dengan teknologi. Maka dari itu, dia bilang butuh orang-orang yang mahir membuat konten Youtube untuk mendampingi ustaz-ustaz moderat ini agar bisa tampil memukau di Youtube. “Ustaz-ustaz moderat perlu didampingi oleh orang-orang yang paham membuat konten untuk Youtube. Nah disini perlu adanya kolaborasi,” tutup Habib Husein.
Meski suasana mendung menyelimuti Jakarta sore itu, namun suasana diskusi cukup hangat dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan peserta kepada pembicara. Peserta diskusi tak hanya didominasi oleh warga Jakarta, dari sekitar 30-an peserta yang hadir, beberapa di antaranya bahkan datang dari luar Jakarta, seperti Bogor dan Bekasi.(Bil/Yat)