Hikmah Alawiyah
Image default
Dakwah Thariqah Alawiyah

NASIHAT UNTUK PARA DA’I

Wahai orang yang telah meposisikan dirinya untuk memberi petunjuk kepada hamba-hamba Allah, mulailah dari dirimu sendiri, benahilah dirimu. Hati-hati jangan sampai perbuatanmu bertentangan dengan ucapanmu. Sikap itu buruk dan tercela. Jika kamu berbuat demikian, maka pengikutmu hanya akan terdiri dari orang-orang bodoh yang tidak konsideran (considerate), yang pertimbangan akalnya tak dapat di percaya. alangkah indahnya syair berikut :

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Wahai orang yang mengajar orang lain,

mengapa pelajaran itu tak kau sampaikan

kepada dirimu sendiri?

Mulailah dari dirimu, cegahlah agar ia tak menyimpang.

Jika berhasil, maka kau telah bersikap bijaksana.

Kau tuliskan resep untuk si sakit agar sembuh,

padahal kau sendiri sakit.

Kami lihat kau selalu memperbaiki

akal kami dengan petunjukmu.

Namun kau sendiri jauh dari petunjuk itu.

Jangan Kau larang seseorang berperangai tertentu,

sedangkan kau sendiri melakukannya.

Jika kau lakukan ini, maka sungguh besar aibmu.

(Jika kau ikutinnasihatku) akan di dengar dan diikuti, ucapanmu

 Dan akan bermanfaatlah ajaranmu.

Wahai saudaraku, jangan sampai semangatmu menuntut ilmu hanya untuk memperindah
gaya bahasan dan susunan kalimat, tidak untuk beramal dan berakhlak. Sikap demikian ini merupakan kerugian yang nyata.

Ali kwh berkata::

 

 

 

Ilmu munafik terlelat pada lisannya, sedangkan ilmu orang mukmin terletak pada amalnya.

Beliau juga berkata :

 

 

 

Betapa banyak dai menyeru ke jalan Allah padahal ia lari meninggalkannya. betapa banyak orang yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala dengan sesuatu yang Ia benci. Dan betapa banyak pembaca ayat-ayat Allah tetapi tidak mengamalkannya.

Wahai saudaraku, jangan terlalu berharap menjadi ulama yang tinta mereka di sisi Allah lebih berharga daripada darah syuhada, sebelum ilmu merasuki batinmu, bertautan dengan bashrah-mu dan mendorongmu untuk memohon, merendahkan diri, takut kepada Allah dan berusaha menyandang ahklak para salaf, radhiyallahu anhum.

Jika kamu amati dengan pengamatan yang adil dan bijaksana, kamu akan melihat dengan jelas perbedaan antara ulama yang hanya suka berbicara, mengarang dan pandai menyusun kalimat dengan ulama periode awal, misalnya Hasan Al-Bashri — yang hidupnya selalu diliputi keprihatinan dan rasa takut kepada Allah, — Muhammad bin Wasi’ dan Ibn Sirin.

Diriwayatkan Ibn Sirin ketika dimintai persoalan tentang fatwa halal dan haram, wajahnya menjadi pucat karena takut kepada Allah Ta’ala.  Begitu juga Sufyan Ats-Sauri yang sangat alim, zuhud, tawadhu, dan berani bicara terang-terangan kepada penguasa yang zalim.

Diriwayatkan ketika sedang thawaf, Sufyan Ats-Sauri bertemu dengan khalifah Manshur. Sesungguhnya sudah sejak lama Manshur ingin bertemu Sufyan Ats-Tsauri, tapi Sufyan tidak mau meladeninya. Tiba-tiba seorang lelaki berkata, “Wahai Amirul Mukminin, lelaki itu adalah Sufyan Ats- Tsauri.” Manshur lalu mendatanginya, mengucapkan salam dan menggandeng tanganya dengan perasaan gembira.

“Wahai Abu ‘Abdillah, mengapa engkau tidak pernah mendatangiku?” tanya Manshur.

“Karena Allah Ta’ala melarang kami berbuat begitu!” Jawab Sufyan.

“Bagaimana bisa demikian?!”

Allah Ta’ala mewahyukan :

 

 

 

Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu
disentuh api neraka.

Sufyan menarik tangannya dari gandengan Manshur, kemudian segera pergi
meninggalkannya.

Beginilah perjalanan para salaf periode awal. Mereka mengarang buku bukan untuk
menghindari amal, atau karena tidak mampu berakhlak dengan akhlak kaum su’ada (orang-orang yang berbahagia) : yakni kaum ulama sejati. Manusia dewasa ini gemar menulis buku,mernagkai kata-kata (bermain retorika) di hadapan kawan-kawannya, dan banyak membicarakan biografi kaum sholihin. Ia senang dan bersemangat, karena berbicara itu mudah tapi mengamalkannya sulit. Selama tidak diperintahkan untuk melaksanakan amalan berat yang biasa dikerjakan kaum sholihin tanpa banyak komentar maka kelemahannya tidak akan terbongkar. Ia seperti seorang penakut yang berlagak berani, bertingkah seorang pahlawan dan suka menceritakan peperangan. Selama tidak menghadapi musuh, maka ia selamat. Namun, jika diajak betempur, tampaklah sifat-sifat penakutnya. Sebagaimana dikatakan :

 

 

Seorang penakut minta diserang dan diperangi jika berada di suatu tempat seorang diri

Jika kamu ingin mendidik sesorang, berperilakulah dengan lemah lembut, nasihatilah mereka. Sesuaikanlah nasihat yang kamu sampaikan dengan tingkatan akal dan pemahaman mereka, sehingga nafs mereka tunduk, dan hati mereka pun mau menerimanya. Ketauhilah, Allah Ta’ala telah meletakkan setiap hamba sesuai dengan akal dan kedudukannya. Orang yang cerdas akan memperhatikan hikmah Allah Subhanahu Ta’ala yang terdapat pada mahluk-mahluk-Nya, mengikuti sunah-Nya, yaitu bersikap lembut, ramah-tamah dan berusaha menutupi aib-aib mereka. Jangan berharap dapat merubah salah satu tabiat mereka, karen tabiat sulit dirubah. Kecuali, jika pendidikan tersebut dilakukan dengan lemah lembut dan dengan menjaga nafs mereka agar tidak berubah dan bergejolak. Sebab, jika nafs-nya bergejolak, ia akan lari. Dan pendidikan tidak akan membuahkan hasil.

Sumber : Alydrus, Novel. 2017. Rahasia Ilmu para Wali. Surakarta : Taman Ilmu