Hikmah Alawiyah
Image default
Kitab/Buku Baru

MAKNA ISTIQOMAH

Dalam bab ini akan menyebutkan sejumlah hal yang berhubungan dengan istiqomah. Kami sengaja membahasanya kembali agar semakin jelas.

Istiqomah adalah tujuan utama para sholihin. Dan barang siapa mencapai istiqomah, maka dia telah menuai kesuksesan yang gemilang.

Wahai saudaraku Semoga Allah memberi kita taufik untuk taat kepada-Nya dan menunjukan kepada kita jati diri kita ketahuilah, seorang yang istiqomah adalah dia yang berusaha untuk memperbaiki hatinya, meluruskannya dari kesesatan, membersihkannya dari sifat tercela dan menyucikannya dari noda hawa. Setelah itu ia berusaha melindungi hatinya dari berbagai pikiran kotor, bisikan buruk dan hal-hal tidak bermanfaat. Dia selalu berusaha memperbaiki ahlaknya. Dengan pertimbangan yang benar dan bashirah yang tajam ia mampu meletakan akhlaknya sesuai tempat dan haknya. Inilah isqitomah yang sempurna. Insya Allah kami akan menerangkan secara lengkap. Sengaja kami batasi makna istiqomah sampai di sini agar engkau mengerti bagaimana cara memperbaiki akhlak. Sebab, usaha untuk memperbaiki akhlak adalah dasar dalam ber-suluk.

Wahai saudaraku semoga Allah memberi kita taufik untuk melakukan hal-hal yang diridhai-Nya. Ketahuilah hanya orang yang berhati bersih dan berakhlak mulialah yang pantas berhubungan dengan Allah Ta’ala. Barang siapa ingin menhadapkan dirinya kepada Allah Ta’ala, maka dia harus membersihkan hatinya dari kotoran, rasa iri, kejahatan dan semua sifat tercela, sebagaimana dia membersihkan pakaiannya dari semua najis. Najis lahiriah akan menjadi suci dengan mengalirkan sedikit air, sedangkan sifat-sifat tercela yang menodai hati tidak akan hilang begitu saja. Manusia harus berusaha keras membersihkan hatinya. Bahkan ada perangai tertentu yang sulit diobati. Seorang salik harus ber-tawajjuh kepada Allah ta’ala dengan jasmani dan rohani-nya seperti ketika dia hadapkan wajahnya ke arah kiblat. Sebagaimana dia tidak boleh memalingkan wajahnya ke kanan atau pun ke kiri, maka hatinya juga tidak boleh berpaling kepada selain-Nya.

Sangat sedikit manusia yang memiliki sifat-sifat mulia, sedangkan sifat-sifat buruk tersembunyi dan sulit diperbaiki. Oleh karena itu, setiap orang harus selalu memperhatikan dirinya. Ketika melihat sifat mulia yang terdapat dalam dirinya, dia harus bersyukur kepada Allah Ta’ala. Dan ketika melihat sifat tercela padanya, dia harus segera berusaha memperbaikinya. Sebab, sifat-sifat mulia akan mendekatkannya kepada Allah Ta’ala dan sifat-sifat tercela akan menjauhkannya dari Allah ta’ala.

Jika seorang manusia menyembunyikan sifat-sifat tercela dalam batinnya seperti api dalam sekam, maka nilai suluk-nya akan berkurang, meskipun sifat-sifat itu tidak tampak dalam amalnya. Kedudukannya di sisi Allah akan menurun sebesar sifat tercela yang tersembunyi dalam dirinya. Sebagaimana Allah Ta’ala Maha Mengetahui keadaan dhohir manusia, Dia pun selalu meneliti batin mereka. Di sisi Allah, dhohir dan batin manusia memiliki kedudukan yang sama.

Di dalam jiwa manusia terdapat berbagai rahasia menakjubkan. Perilaku seseorang akan menggambarkan keadaan jiwanya. Orang yang berhati baik, wajahnya akan bercahaya. Ketika berbicara atau memandang, air mukanya akan menampakkan kebaikan. Sedang wajah manusia yang berhati buruk tampak hitam dan gelap.

Pandangan seseorang akan menampakkan apa yang tersembunyi dalam hatinya. Jika hatinya memiliki niat buruk, maka dalam pandangannya tampak keraguan dan kesedihan. Tak diragukan bahwa wajah mencerminkan apa yang tersembunyi dalam hati. Apa yang terdapat dalam hati terlihat jelas pada wajah, seakan-akan hanya tertutup oleh tirai yang sangat tipis.

Manusia yang beribadah di masjid atau di serambinya, tetapi di dalam dirinya terdapat sifat sombong (kibr) dan hasad, atau berhati kerasa atau tidak memilki kasih sayang, meskipun dia banyak beribadah, batinnya tetap ternoda. Sebenarnya sebelum beribadah terlebih dahulu dia harus membersihkan batinnya dari sifat-sifat tercela yang akan menjauhkannya dari Allah Ta’ala, baru kemudian beribadah.

Maksud ucapan kami “mampu meletakkan akhlaknya sesuai tempat dan haknya” yaitu, seorang yang istiqomah mampu berakhlak mulia sesuai batasnya. Sebagai contoh, seorang yang lembut dan penuh kasih sayang, ia tidak boleh berlebihan sehingga menjadi lemah dan menyerupai wanita. Kelembutan dan kasih sayangnya ini harus diiringi keteguhan dan kesabaran dalam menegakkan hak dan kewajiban. Jika tidak demikian, maka dia akan melanggar batas-batas yang telah ditetapkan dan mengabaikan hak yang lain. Seseorang yang baik mampu menjalankan semua urusannya dengan tegas dan berani. Tetapi, jika terlalu tegas dan berani hatinya justru menjadi sombong dan keras. Sesuatu yang mulia pun berubah menjadi tercela.

Seorang yang dermawan arus berusaha agar tidak melampaui batas dan menjadi boros. Jika dia meletakkan segala sesuatu tidak pada tempatnya, maka dia tidak istiqomah. Sikap tengah dalam berakhlak adalah sikap yang terpuji, sedangkan jika melampaui batas atau kurang dari itu adalah sebuah kelemahan. Contoh yang paling tepat pada pembahasan ini adalah Sayidina ‘Umar bin Khatab. Beliau tegas, tetapi tidak kasar, lembut, tetapi tidak lemah. Alangkah sempurna akhlaknya.

Jika seorang hamba memperoleh taufik untuk memperbaiki batinnya, maka hatinya akan bersinar dan dengan mudah ia dapat berjalan menuju Allah. Hatinya mau menerima kebaikan, seperti kaca sebuah lentera yang minyaknya saja hampir-hampir menerangi walaupun tidak disentuh api. Kemudian ia akan naik ke tingkat yang lebih tinggi, yaitu beribadah kepada Allah dengan batin yang telah susah payah ia bersihkan dan sucikan. Pada saat itulah dia menjadi :