Hikmah Alawiyah
Image default
Wawancara

Mengenal Thariqah Bani ‘Alawi

Pada masa Rasulullah SAW masih hidup, Ahlul Bait dan para sahabat tidaklah belajar Al-Quran secara otodidak. Mereka belajar Al-Quran langsung dari tingkah laku Rasulullah SAW sehari-hari. Sebab kehidupan Rasulullah adalah terjemahan dari Al-Quran itu sendiri. Karena ini merupakan terjemahan dari Rasulullah SAW, tentu saja akan dijamin kebenarannya.

Lalu bagaimana dengan umat Islam saat ini?

Para pengikut Rasulullah SAW saat ini tak dapat menerima terjemahan langsung dari Rasulullah. Tapi mereka masih bisa mengikuti jejak Rasulullah beserta Ahlul Bait dan para sahabatnya. Yaitu dengan mengikuti Thariqah atau Manhaj atau Jalan Hidup dalam Islam. Salah satu Thariqah yang dikenal saat ini adalah Thariqah Bani ‘Alawi.

Untuk mengenal lebih jauh Thariqah Bani ‘Alawi, berikut wawancara kami dengan ustaz Husin Nabil.

Apa itu Thariqah Bani ‘Alawi?

Husin Nabil : “Thariqah Bani ‘Alawi” terdiri dari tiga kosakata: Thariqah, Bani dan ‘Alawi. Secara bahasa, kata thariqah mempunyai beragam makna. Di antaranya, sirah (biografi perjalanan hidup seseorang), jalan, tradisi dan suluk (metode untuk menuju Allah). Kata bani berarti keturunan atau keluarga. Dan ‘Alawi ialah kata sifat atau nisbat kepada marga yang berasal dari keturunan Nabi Saw, yaitu Imam Alwi bin ‘Ubaidillah, cucu dari Imam Ahmad al-Muhajir.

Dapat disimpulkan, Thariqah Bani ‘Alawi dengan demikian adalah kebiasaan, nilai-nilai, ajaran, dan metode untuk mendekatkan diri kepada Allah, yang dilakukan oleh kaum ‘Alawiyyin atau kaum Sayyid (keturunan nabi Muhammad saw).

Siapa Pendiri Thariqah ini? Dan Bagaimaan bisa berpusat di Hadaramaut?

Husin Nabil : Tokoh sentral thariqah ini ialah Imam Ahmad al-Muhajir bin ‘Isa al-‘Alawi. Ia lahir di Bashrah, Irak pada tahun 273 H. Di masa pemerintahan Abbasiyyah, tepatnya pada abad ke 4 H, terjadi ketidakstabilan keamanan negara. Muncul beragam gerakan-gerakan pemberontak, ancaman pembantaian.

Puncaknya, terjadi penyerangan terhadap Bashrah oleh suku Qaramithah. Karena itu, pada tahun 317 H dia berhijrah ke Hadramaut, meninggalkan kota kelahirannya. Dengan harapan bisa menjamin keselamatan para pengikutnya, dan mempertahankan kemurnian ajaran agama yang disampaikan oleh leluhurnya, yakni Nabi Muhammad saw. Karena alasan hijrah ke Hadramaut inilah, di kemudian hari ia bergelar al-Muhajir(sang migran).

Imam Ahmad al-Muhajir mempunyai anak bernama ‘Ubaidillah. Dari Ubaidillah ini lahir tiga anak, yang memiliki kedudukan tinggi di hadapan Allah swt, berkat pengetahuan dan akhlaknya. Ketiga anak tersebut bernama Bashri, Jadid dan ‘Alwi.

Keturunan dari Bashri dan Jadid terputus, dan yang tersisa ialah keturunan dari ‘Alwi. Dari trah ‘Alwi inilah, para Sadah Bani ‘Alawi bernasab. Kemudian keturunan ‘Alwi ini menyebar ke berbagai penjuru dunia, khususnya di Hadramaut.
Akhirnya, mereka pindah ke kota Tarim. Mereka menetap di sana pada tahun 521 H. Keturunan al-Muhajir yang pertama kali menetap di sana adalah  Imam Ali bin ‘Alwi, yang masyhur disebut Khali’ Qasam.

Apa yang membedakan Thariqah ini dengan Thariqah lain?

Husin Nabil : Sebagaimana tarekat-tarekat yang ada, Thariqah Bani ‘Alawi mempunyai tradisi, wasiat, amalan-amalan wirid, khirqah shufiyyah dan silsilah sanad keilmuan.  Berbicara sanad keilmuan, Thariqah ini sangat jelas berasas pada Sayyid ‘Alwi bin Ubaidillah bin Ahmad al-Muhajir bin Isa al-Naqib bin Muhammad al-Naqib bin Ali al-‘Uraidhi bin Ja’far al-Shadiq bin Muhammad al-Baqir bin Ali Zainal ‘Abidin bin Imam Husain bin Sayyidah Fatimah binti Nabi Muhammad saw.

Apa pilar Ajaran Thariqah ini?

Husin Nabil :Di dalam kitab al-Manhaj al-Sawiy Syarh Ushul Thariqah al-Sadah Al Ba ‘Alawi, al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith menuturkan, “Terdapat lima ajaran/pilar inti Thariqah Bani ‘Alawi yaitu ‘ilmu, ‘amal (penerapan ilmu), wara’ (menjaga diri dari hal-hal yang syubhat), khauf’ (takut, sebagai hasil dari pengenalan terhadap Allah) dan ikhlas (menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang dituju dalam ketaatan dan perbuatan).”

Siapa yang bisa mengikuti Thariqah ini?

Husin Nabil : Siapapun yang sudah mengamalkan lima pilar tersebut, maka sudah termasuk dalam lingkaran Thariqah Bani ‘Alawi, walaupun tanpa baiat. Pun demikian tidak berarti thariqah ini menegasikan baiat. Baiat tetap berlaku, tetapi bukan sesuatu yang lazim. Thariqah ini lebih menekankan pada lima pilar dan mengikuti jalan ulama Bani ‘Alawi.

Untuk kalangan pemula pada umumnya, thariqah ini mengajak mereka untuk mendekati para ulama Bani ‘Alawi, baik yang masih hidup atau pun yang sudah wafat, dengan mengkaji sejarah perjalanan hidup mereka. Biasanya, hal itu dilanjutkan dengan membangun ikatan melalui talqin, kalimat tahlil dalam sejumlah ritus, dan sebagainya.

Lalu bagaimana Thariqah ini sampai ke Indonesia?

Husin Nabil : Umum diketahui, sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia selalu melibatkan peran Wali Songo. Menurut Bani ‘Alawi, jalur nasab Wali Songo itu bersambung kepada marga ‘Alawiyyin hingga ke Rasulullah saw. Mereka melakukan syiar Islam bukan dengan membawa bala tentara, melainkan dengan modal keimanan,  akhlak, dan budi pekerti yang tinggi, sebagaimana yang diajarkan oleh leluhur mereka. Melalui mereka pula Thariqah Bani ‘Alawi tersebar di kepulauan Nusantara.