Hikmah Alawiyah
Image default
Kolom Mahya

Menjaga Wasiat Habib Umar bin Hafidz

Kehadiran Tokoh Ulama kharismatik Hadramaut, Yaman, Al’Allaamah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz ke Indonesia bulan lalu disambut dengan meriah. Berbagai acara yang dihadiri beliau selama di Indonesia dibanjiri jamaah yang dengan antusias mendengarkan nasihat dan pesan-pesan beliau. Bahkan shalat subuh berjamaah yang biasanya tak seramai shalat-shalat fardu berjamaah lainnya, saat ada kehadiran beliau, shalat subuh berjamaah itu menyerupai shalat Idul Fitri dan Idul Adha. Hari-hari beliau berada di Indonesia adalah Hari Raya yang sangat meriah.

Meski dalam penyampaian nasihat-nasihatnya beliau menggunakan Bahasa Arab, sementara mayoritas jamaah tak mengerti Bahasa Arab, namun mereka telah menangkap pesan beliau sebelum penerjemah menerjemahkan. Sebab nasihat beliau bersumber dari mata air hati dan sanubari, sehingga langsung mengalir masu ke dalam jiwa, hati dan sanubari jamaah sebelum telinga menangkapnya. Tak jarang jamaah menangis mendengar nasihat-nasihat beliau yang sangat menyentuh sanubari.

Kehadiran beliau dirasakan mampu membawa angin segar bagi umat Islam di Indonesia. Nasihat-nasihat beliau penuh dengan kedamaian hingga membuat hati jamaah menjadi luluh. Beliau mampu merangkul semua pihak, menyatukan beberapa kelompok dan mendamaikan berbagai kubu.

Namun setelah beliau kembali ke Tarim, setelah menuangkan berbagai hikmah ke dalam hati dan memenuhinya dengan Rasulullah SAW, akankah kita terus merawat dan menjaganya atau malah kembali ke kegilaan yang menodai kita?

Jangan sampai kita meniru apa yang dilakukan oleh umat Nabi Musa as. Seperti dikisahkan dalam Al Quran bahwa Nabi Musa meninggalkan umatnya selama 40 hari untuk menerima kitab Taurad dari Allah SWT di Gunung Sinai. Nabi Musa as. menitipkan umatnya ke adiknya, Nabi Harun as. Namun sekembali dari perjalanan itu Nabi Musa as. terkejut. Karena umat yang ditinggalkannya kini kembali menyembah patung anak lembu.

Kisah umat Nabi Musa itu sepatutnya menjadi refleksi bagi kita semua, bahwa sepeninggal Habib Umar bin Hafidz ke Yaman, umat Islam Indonesia harus mampu menjaga nasihat dan pesan-pesan yang beliau sampaikan. Sebab nasihat dan pesan-pesan beliau ibarat wasiat yang beliau berikan khusus bagi umat Islam Indonesia dan artinya wajib kita jaga.

Sehingga, ketika tahun depan kita semua kembali bertemu dengan beliau, kita bisa menunjukkan bahwa nasihat dan pesan-pesan yang beliau wariskan kepada kita tetap kita jaga dan jalankan. Jika tidak, masih mampukah kita menunjukkan muka dihadapan beliau? Bila ternyata nasihat dan pesan-pesan yang dulu disampaikan kita abaikan. Bila ternyata kita tak berubah atau malah lebih buruk kondisinya dari tahun lalu saat bertemu beliau.

Pesan-pesan dan nasihat beliau ibarat pot bibit pohon kebaikan yang dihadiahkan kepada kita, selanjutnya apakah bibit ini akan kita rawat menjadi pohon atau malah kita abaikan. Saat tahun depan beliau kembali berkunjung ke Indonesia, pot bibit-bibit pohon ini akan kita bawa dan pertunjukkan kepada beliau dan saat itu akan nampak mana pohon yang terawat dan tidak. Tentu kita tak ingin menghadap beliau dengan tangan yang mengenggam pohon layu dan mati.

Maka saat ini, setelah kembalinya Habib Umar bin Hafidz ke Hadramaut, yang terpenting kita lakukan adalah menjaga serta melaksanakan nasihat dan pesan-pesan Habib Umar bin Hafidz. Sehingga kita mampu mencapai kemuliaan melalui jalan-jalan yang telah beliau tunjukkan. Wallahu A’lam.

*Sumber: Instagram Habib Ahmad bin Novel bin Salim bin Jindan