Hikmah Alawiyah
Image default
Kolom Tamu

Kehidupan Kaya dan Miskin di Mata Sufi

 

Oleh :
Sayyid Muhammad Yusuf Aidid, S.Pd, M.Si
Dosen Agama Islam Universitas Indonesia dan PNJ

 

Nabi Muhammad Saw., nabi yang sangat menyayangi orang fakir dan miskin. Bukti tersebut tersurat dalam sirahnya tatkala orang miskin datang ke rumahnya, tanpa pikir panjang beliau memberikan makanan yang tersedia walau makanan tersebut tinggal sepotong roti. Tentu, kisah tersebut mempunyai nilai dan rahasia yang harus diketahui umatnya.

Nabi Bersabda, “Sesungguhnya setiap sesuatu ada kuncinya, kunci syurga yaitu mencintai orang-orang miskin dan faqir yang sabar, karena mereka akan bersama Allah swt di Hari Kiamat.

Hadis di atas menunjukkan sesama muslim harus mempunyai saling perhatian antara ekonomi menengah ke atas kepada ekonomi menengah ke bawah begitu juga sebaliknya. Sebab saling perhatian akan terhidar dari kesenjangan sosial. Muslim yang ekonomi menengah ke atas membantu keuangan muslim yang ekonomi menengah ke bawah. Muslim yang ekonomi menengah ke bawah membantu muslim yang ekonomi menengah ke atas berupa tenaga atau jasa.

Kaya dan miskin, merupakan kondisi seseorang yang sudah ditentukan Allah Swt. Namun seseorang yang telah diberikan salah satu kondisi tersebut harus bersyukur. Sebagaimana Yahya bin Muadz R.A berkata, “Barangsiapa yang kondisi kaya-nya di hadapkan kepada Allah maka ia tidak akan menjadi kaya. Barangsiapa yang kondisi kaya-nya disebabkan pekerjaannya maka ia tidak akan tergelincir menjadi miskin.”

Perkataan Yahya bin Muadz bisa diambil hikmah bahwa Allah-lah yang Maha Kaya dan tidak ada yang menandingi kekayaannya. Untuk itu kesombongan dan keangkuhan pada seorang kaya merupakan sifat yang akan membuat dirinya akan terjatuh. Karena dua sifat tersebut hanyalah Allah yang memiliki.

Sayyidina Lukman al-Hakim menasehati anaknya, “Wahai anakku, sayangilah orang-orang fakir dengan sedikit kesabaran mereka dan hormatilah orang-orang kaya dengan sedikit rasa syukur mereka, maka kasihanilah keduanya sepanjang kelalaian mereka.”

Pernyataan Sayyidina Lukman al-Hakim bisa diambil satu perspektif bahwa orang fakir yang sabar dan orang kaya yang bersyukur merupakan keberuntungan bagi mereka. Sebab seorang fakir yang sabar akan menyebabkan ia tidak kufur. Karena berapa banyak dari mereka (orang-orang miskin) yang mengeluh dan menyalahkan kondisinya kepada Allah. Begitupula orang kaya yang bersyukur, ia lebih mudah membagikan kenikmatan kepada orang lain. Sebab berapa banyak dari orang-orang kaya yang tidak mau berbagi dengan kenikmatan yang ia miliki.

Imam Abdul Malik al-Naisaburi mengatakan bahwa jumlah manusia yang hidup ada dua macam yaitu ada orang-orang kaya dan ada orang-orang miskin. Adapun pada hakikatnya orang-orang kaya yaitu mereka mengikuti keridhaan Allah. Sedangkan Allah mengikuti keridhaan orang-orang miskin.

Ungkapan Syekh  Abdul Malik al-Naisaburi bisa diambil kesimpulan bahwa orang kaya yang sebenarnya ia selalu lapang dari pemberian Allah swt, walau pemberian itu mungkin dianggap kurang baik. Untuk itu orang kaya yang dimaksud yaitu orang yang mempunyai jiwa qanaah dan tidak serakah. Sebaliknya Allah sangat dekat dengan orang-orang miskin yang ridha atas ketetapan-Nya. Sebab orang miskin yang ridha yaitu orang miskin yang optimis akan mendapatkan kenyamanan di akhirat kelak. Sebagaimana Hadis Nabi Muhammad Saw, “Tatkala aku menengok ke arah syurga (pada Mi’rajnya), maka aku melihat banyak keluarga (syurga) yaitu orang-orang miskin.”

Ketika Yahya bin Mua’dz ditanya, “Siapakah orang yang miskin? Orang miskin itu yaitu orang yang takut miskin.” Jawaban tersebut mengacu pada umumnya manusia takut miskin. Bisanya manusia yang takut miskin ialah orang yang tidak yakin bahwa Allah Maha Pemberi Kekayaan. Selain itu ia tidak percaya terhadap takdir muallaq yaitu takdir yang bisa diubah, dari miskin menjadi kaya, dari belum mempunyai ilmu menjadi mengerti dan memahami. Adapun cara menempuh takdir tersebut dengan cara berusaha dan berdoa.

Sebagian sufi juga mengatakan bahwa hakikat kaya yaitu orang yang meminta kekayaan atas sesuatu maka ia tidak akan diberi kekayaan oleh sesuatu tersebut. Kondisi tersebut yang umumnya dialami manusia. Adanya sogok menyogok, menjilat, hingga cari  muka di depan pimpinannya. Sehingga ia menganggap bahwa pimpinannya yang bisa membawa dirinya ke arah yang lebih baik.

Maka Hamdun bin Ahmad bin Amarah al-Qashar (w. 271 H) memberikan pernyataan yang indah untuk murid-muridnya, “Janganlah engkau memilih kaya atau memilih miskin, karena Allah yang memilihkan kondisi tersebut untukmu, sebab kondisi yang telah dipilihkan-Nya adalah kondisi yang terbaik atasmu.”