Pada periode abad 19 hingga awal abad 20, bumi nusantara tidak pernah kering dari lahirnya ulama besar. Nama-nama besar seperti Syeikh Nawawi Al Bantani, Syeikh Muhammad bin Isa Al Fadani, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Al Habib Usman bin Yahya, lahir dan hidup pada periode tersebut. Mereka semua meninggalkan banyak warisan ilmu pengetahuan bagi kemajuan peradaban Islam di Nusantara.
Dari sekian banyak ulama besar, Syaikhona Muhammad Kholil (Bangkalan) termasuk tokoh yang memiliki tempat khusus. Selain dikenal sebagai ulama yang berperan besar menyebarkan syiar Islam pada masanya, ulama kharismatik kelahiran Bangkalan, Madura, tahun 1820, merupakan guru dari ulama-ulama besar generasi berikutnya,
KH. Hasyim Asy’ari (pendiri Nahdlatul Ulama), Abdul Wahab Hasbullah (penggubah mars Yaa Lal Wathon NU), KH. Abdullah Mubarok (pendiri Pesantren Suryalaya, Tasikmalaya), KH. Zaini Mun’im (Pendiri Pesantren Nurul Jadid, Probolinggo) dan KH. Bisri Mustofa (ayahanda KH. Mustofa Bisri) adalah sedikit dari nama-nama ulama besar yang pernah berguru kepada Syaikhona Muhammad Kholil.
Termasuk salah satu ulama besar yang berguru kepada beliau adalah, Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan, tokoh ulama “Tiga Serangkai Ulama Betawi” bersama Al Habib Ali Al Habsyi (Kwitang) dan Habib Ali Bin Hussein Alatas (Bungur).
Hal tersebut disampaikan langsung oleh cucu beliau, Habib Ahmad bin Novel bin Salim Jindan dalam Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Lajnah Turots Lajnah Turots Ilmi Syaikhona Muhammad Kholil, pada Senin, (7/06) melalui aplikasi Zoom.
“Kakek kami, Habib Salim bin Ahmad bin Jindan menimba ilmu dari Syaikhona Kholil sejak usia belasan dan sebagai seorang muhadist, beliau banyak mencatat segala hal yang didapat secara langsung dari guru-gurunya, termasuk dari Syaikhona Kholil. Sehingga di dalam informasi tentang Syaikhona yang ditulis beliau didapati dari penyampaian langsung dari gurunya,” ujar Habib Ahmad.
Sebagai referensi periode waktu, Syaikhona Muhammad Kholil dilahirkan tahun 1820 dan wafat pada tahun 1925 dalam usia antara 104-105 tahun. Sementara Al Habib Salim bin Ahmad bin Jindan lahir pada tahun 1906 dan wafat tahun 1969. Sehingga didapat kesesuaian waktu bahwa dua tokoh besar ini sempat hidup di periode yang sama.
Mengenai tulisan Habib Salim tentang Syaikhona Muhamma Kholil, Habib Ahmad mengungkapkan, di antaranya mengenai perjalanan Syaikhona ke Mekkah, kemudian tentang guru-gurunya, dan juga beberapa peristiwa yang dialami oleh Syaikhona. “Alhamdullilah, itu dicatat dengan baik oleh kakek kami, dan catatan-catatan tersebut sebagian telah kami serahkan kepada Lajnah Turots Syikhona untuk disimpan dan dirawat agar peninggalan tentang Syaikhona tetap lestari, ” sambung Habib Ahmad.
Di mata Habib Ahmad, Syaikhona Muhammad Kholil adalah sosok ulama yang memiliki cinta sangat besar kepada Tanah Air. Sosok ulama besar yang sangat perhatian kepada nasib umat, karenanya, menurut Habib Ahmad, karya dan peninggalan beliau harus terus dipelihara. Beliau juga mendukung penuh upaya-upaya yang dilakukan kalangan pesantren dan masyarakat Madura untuk mengusulkan Syaikhona Muhammad Kholil sebagai Pahlawan Nasional. (YAS)