Hikmah Alawiyah
Image default
Kabar Mahya

Peneliti Belanda Terkesan Dengan MAHYA

Peneliti Belanda yang meneliti sejarah diaspora kaum keturunan Arab Hadhrami di Indonesia, Huub de Jonge menyatakan terkesan dengan Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA). Hal itu disampaikan de Jonge kala berkunjung ke MAHYA, Rabu 22 Januari 2020. Sebab menurut penulis buku “Mencari Identitas: Orang Arab Hadhrami di Indonesia (1900-1950)” ini, jarang ada buku dan arsip tentang kebudayaan Arab di Indonesia.

Huub de Jonge bersama istri, Sekjen MAHYA Hafidz Al-Attas dan Marcomm MAHYA Yayat Suratmo

“Sudah lama saya berpikir, kenapa orang Arab tak meneliti sendiri kebudayaan mereka?” katanya. “Maka saya terkesan dengan inisiatif ini.”

Selain itu de Jonge juga mengakui bahwa keberadaan MAHYA sangat penting karena dua hal. Pertama karena MAHYA mengumpulkan buku-buku, kitab-kitab, dan dokumen-dokumen yang penting bagi komunitas Arab. Kedua, karena MAHYA mendorong dilakukannya penelitian terhadap komunitas Arab. Hal ini menjadi sangat penting bagi orang Arab untuk mengetahui sejarah dan latar belakang mereka sendiri di Indonesia.

“Perlu orang Indonesia dari kelompok Arab atau suku lain untuk memberi perhatian yang cukup ke kelompok ini.” kata de Jonge.

Sebab bagi de Jonge, sejarah komunitas Arab di Indonesia belum dicatat dengan baik. Hingga saat ini hanya sebagian saja yang diketahui. Sementara sebagai peneliti, de Jonge mengaku tak mudah mendapatkan bahan-bahan penelitiannya terkait komunitas Hadhrami ini. Di sini, peran MAHYA menjadi sangat penting, untuk dapat menyediakan arsip-arsip, dokumen-dokumen, dan segala hal terkait komunitas Hadhrami bagi mereka yang ingin melakukan penelitian.

“Sebab itu penting bahwa MAHYA mulai dengan mengumpulkan dokumen, buku, manuskrip, dan juga mau mendorong penelitian di kalangan mereka sendiri,” kata de Jonge.

De Jonge juga bilang, bahwa sejarah komunitas Arab berbeda dengan imigran lain yang datang ke Indonesia. Komunitas Arab Hadhrami yang datang ke Indonesia berasal dari kehidupan yang keras sekali di tempat asalnya. Mereka datang dari jauh dan memulai hidup yang baru di Indonesia. Kebanyakan dari mereka sukses berasimilasi dengan warga lokal.

Peneliti dan Indonesianis asal Radbound University Nijmegen, Belanda yang ditemani istrinya siang itu menghabiskan waktu sekitar 4 jam berbincang-bincang bersama Sekjen MAHYA Hafidz Al-Attas ditemani Direktur Eksekutif Menara Center Nabiel A. Makariem Hayaze’.

Selain menulis buku “Mencari Identitas: Orang Arab Hadhrami di Indonesia (1900-1950)”, de Jonge juga menulis beberapa buku lain, seperti “Garam, Kekerasan, dan Aduan Sapi: Kebudayaan Madura”, “Orde Zonder Orde” dan “Madura dalam Empat Zaman”.