Hikmah Alawiyah
Image default
Hikmah Manaqib

Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Hasani

Sayyid Muhammad Al-Maliki Al-Hasani lahir di Makkah pada 1947. Ayahnya bernama Sayyid Alawi bin Abbas Al-Maliki yang dikenal sebagai salah seorang ulama terkemuka dan mengajar di Masjidil Haram. Sayyid Muhammad mendapat didikan langsung dari ayahnya hingga menjadi sosok yang cerdas dan piawai dalam masalah-masalah keagamaan.

Kecerdasan Sayyid Muhammad sudah terlihat sejak kecil. Pada usia 7 tahun sudah hafal Al-Qur’an. Pada usia 15 tahun, hafal kitab Al-Muwaththa, yaitu kitab hadits karya Imam Malik. Kitab itu merupakan kitab tertua yang pertama diterbitkan di dunia Islam, yaitu pada abad 2 H atau abad 8 Masehi.

Pada usia 25 tahun, Sayyid Muhammad meraih gelar doktor ilmu hadits di Universitas Al-Azhar, Kairo dengan predikat Musyarraf Jiddan (Summa Cumlaude) di bawah bimbingan ulama besar Abu Zahrah. Setahun berikutnya beliau dikukuhkan sebagai guru besar ilmu hadits di Universitas Ummul Qura, Makkah, Arab Saudi.

Beliau juga aktif dalam kegiatan dakwah yang digelar Rabithah Al-`Alam Al-Islami (Ikatan Dunia Islam) dan Mu’tamar Al-`Alam Al-Islami (Organisasi Konferensi Islam) di Arab Saudi.

Persis setahun setelah ayahnya wafat, yaitu pada 1974, Sayyid Muhammad membuka pesantrennya di Utaibiyyah, Makkah. Pesantren itu dibangun bersama dengan adik kandungnya, Abbas. Banyak orang Indonesia yang menjadi santri di pesantren itu.

Selanjutnya pesantren itu pindah ke pinggiran kota Makkah dengan lokasi yang lebih luas, tak jauh dari Masjidil Haram, di daerah Rushayfah yang kemudian diberi nama jalan Al-Maliki. Di pesantren itu, beliau membina banyak murid dari Indonesia. Sebagian dari ratusan alumni yang pulang ke Indonesia membuka pesantren dengan nama Al-Ma’had Al-Maliki (Pesantren Al-Maliki).

Banyak kalangan menyebut Sayyid Muhammad sebagai al-`allaamah (seorang yang sangat mengetahui ilmu agama) atau ulama besar. Bahkan seorang ulama Makkah Syaikh Muhammad Sulaiman Faraj menyebutnya al-‘arif billah, sesorang memiliki derajat tinggi di sisi Allah. Dan sebagai pakar hadits beliau disebut “Al-Muwaththa’ Berjalan”.

Sayyid Muhammad juga dikenal menulis banyak kitab. Tak kurang dari 37 kitab berbagai topik telah ditulisnya. Bahkan ada juga yang menyebut beliau telah menulis sekitar 50 kitab. Karya-karyanya itu diterbitkan sendiri, lalu dibagikan kepada para santri atau tamu-tamunya.

Sejumlah karyanya telah diterjemahkan ke beberapa bahasa seperti Indonesia, Melayu (Malaysia), Inggris, dan Swahili (Nigeria). Sejumlah karyanya yang termasyhur antara lain Mafahim Yajibu an-Tushahhah (Paham-paham yang Wajib Diluruskan), Al-Insan al-Kamil (Manusia Sempurna), Abwabul-Faraj (Pintu-pintu Keterbukaan), Syaraful-Ummah al-Muhammadiyah (Keutamaan Umat Muhammad), Fi Rihabi Baytillah (Dalam Dekapan Rumah Allah), Zubdatul-Itqan fi Ulumil-Quran (Samudera Ilmu-Ilmu Al-Quran), yang merupakan ringkasan dari kitab Al-Itqan, karya Imam As-Suyuthi.

Kitabnya yang berjudul Mafahim Yajibu an-Tushahhah memberi jalan terang mengenai hal-hal yang selama ini menjadi polemik bagi umat Islam. Misal terkait perbedaan masalah bi’dah, syafa’at, tawasul, dan tasawuf yang tak jarang berujung dengan saling mengkafirkan. Kitab Mafahim Yajibu an-Tushahhhah menjelaskan pemikiran Wahabi yang orisinil. Kitab ini mendapat sambutan dari 40 ulama besar dunia.

Banyak muncul pujian dari kalangan ulama atas kitab Mafahim Yajibu an-Tushahhhah. Salah satunya dari ulama besar Mesir, Syaikh Hasanain Muhammad Makhluf. Ulama ini mengatakan bahwa setelah diteliti dengan seksama, jelas sekali bahwa pembahasan dalam kitab itu dapat digunakan sebagai hujjah (alasan) dan Burhan (bukti) ajaran Islam yang benar.

Dalam buku itu Al-Maliki telah meletakan berbagai persoalan dengan proposional dan menjauhi sifat berlebihan. Dengan begitu Sayyid Muhammad Al-Maliki telah bersikap adil. Ia juga mencoba memperbaiki berbagai pemahaman keliru sambil memberikan nasihat kepada saudara-saudaranya, kaum muslimin.

Al Allamah Syaikh Muhammad Khazraj mengatakan bahwa untuk mewujudkan semua itu, Sayyid Al-Maliki menggunakan berbagai dalil qath’i (pasti) serta argumentasi yang benar dan rasional. Hal yang sama disampaikan oleh Syaikh Muhammad Ath-Thayyib An-Najjar. Ia menegaskan bahwa kitab Mafahim betul-betul memberikan penjelasan sangat berarti terkait berbagai paham yang diyakini sebagian orang, yaitu bagi mereka yang menganggap bahwa mengingkarinya sebagai sebuah kebatilan.

Pada 15 Ramadhan 1425 H atau bertepatan dengan 29 Oktober 2009, Sayyid Muhammad Al-Maliki menghembuskan napas terakhirnya pada usia 62 tahun. Beliau selanjutnya dimakamkan di Makkah. Ribuan umat Islam melayat dan mengantarkan jenazahnya.

*Sumber: Majalah ALKISAH N0. 18/2-15 SEPTEMBER 2013 / Rubrik Haul

Foto: https://tajulharomain96zein.wordpress.com/