Hikmah Alawiyah
Image default
Hikmah Manaqib

Bencana Akibat Perbuatan Maksiat

Perbuatan maksiat merupakan perbuatan yang melanggar perintah Allah SWT. Artinya seseorang yang berbuat maksiat mengabaikan perintah Allah SWT dan melakukan perbuatan yang dilarang Allah SWT. Akibatnya pelaku maksiat akan jauh dari Allah SWT, dan karena Allah SWT adalah sumber kebaikan, menjauhinya berarti menjauhi kebaikan, yaitu mendekatkan diri kepada kehinaan.

Sahabat Said bin Musayyab ra berkata: “Tidaklah para hamba menjadi mulia dirinya kecuali sebagaimana mereka mentaati Allah SWT, dan tidaklah para hamba menjadi hina dirinya kecuali sebagaimana mereka menentang Allah SWT, dan cukuplah bagi seorang mukmin yang Allah telah menolongnya ketika ia melihat musuhnya berbuat kemaksiatan kepada Allah SWT.

Tak cukup sampai disitu, akibat dari perbuatan maksiat sungguh mengerikan. Bayangkan saja, setiap kali kita membuka mata kita di pagi hari dan melangkahkan kaki keluar rumah untuk mencari rezeki, tapi gara-gara perbuatan maksiat kita, rezeki yang kita kejar itu bisa tertutup jalannya.

Seperti Sabda Rasulullah SAW:

“Sesungguhnya seorang hamba tercegah dari memperoleh rezeki karena dosa yang diperbuatnya”.

Padahal sebagai umat muslim kita sangat paham betul kepada salah satu sifat wajib Allah SWT yaitu “Maha Melihat”. Tapi tetap saja perbuatan maksiat kerap kali dilakukan dengan bersembunyi-sembunyi. Harapannya tak ada yang menyaksikan perbuatan itu.

Jika tetap melakukan perbuatan maksiat dan pada waktu bersamaan meyakini Allah SWT melihat perbuatan hina itu, maka itu sama saja dengan meremehkan Allah SWT. Sebaliknya jika melakukan perbuatan maksiat itu dan beranggapan bahwa Allah tak melihatnya, sesungguhnya pelaku maksiat itu telah menjadi kafir.

Seperti yang dikatakan oleh salah seorang dari para Salaf:

“Jika engkau bermaksiat kepada Allah SWT sedang engkau beranggapan bahwa Dia melihatmu, berarti engkau meremehkan pandangan Allah SWT. Dan apabila engkau bermaksiat kepada-Nya, sedang engkau beranggapan bahwa Dia tidak melihatmu berarti engkau adalah orang kafir”.

Sabda Rasulullah SAW juga menegaskan hal yang sama.

“Tidaklah seorang pezina ketika ia berzina ia dalam keadaan beriman, tidaklah seorang pencuri ketika ia mencuri ia dalam keadaan beriman, dan tidaklah seorang peminum ketika ia meminum arak ia dalam keadaan beriman”.

Maksudnya, ketika kita melakukan perbuatan maksiat sejatinya pada saat itu kita sekaligus tak beriman kepada Allah SWT. Meskipun mulut kita berkali-kali menegaskan keimanan, tapi jika melaksanakan maksiat maka perbuatan maksiat itu menjadi penegas ketakberimanan kita. Sebab mustahil seseorang beriman dan sekaligus bermaksiat.

Maka untuk menjaga iman dan menjaukan diri kita dari bencana kehinaan dan kekafiran, mau tak mau kita harus menjauhkan diri dari kemaksiatan. Sebab jika kita terus dan terus melakukan kemaksiatan bukan hanya keimanan kita yang hilang tapi juga hati kita akan mati.

Seperti yang disampaikan Sahabat Muhammad bin Wasi’: “Perbuatan dosa ditambah lagi perbuatan dosa dapat mematikan hati.”

Sumber:
Buku Bekal Menuju Akhirat karya Al-Allamah Al-Habib Abdullah Al-Haddad, Penerjemah: Ahmad Yunus al-Muhdlor, Penerbit Cahaya Ilmu.