Hikmah Alawiyah
Image default
Sejarah

APB Mercusuar Kabar Proklamasi RI ke Dunia Internasional

Pembacaan teks Proklamasi di Pengangsaan Timur No. 56 Jakarta Pusat oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 menjadi gong penanda Kemerdekaan Indonesia. Namun pembacaan teks proklamasi itu tak serta merta menuntaskan kemerdekaan Indonesia. Gaung kemerdekaan harus terus dikumandangkan hingga ke pelosok negeri bahkan ke dunia internasional.

Pada sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), 19 Agustus 1945, Soekarno yang didaulat sebagai Presiden Republik Indonesia kala itu mengisyaratkan dalam maklumatnya agar kabar kemerdekaan Indonesia disebarluaskan ke dunia internasional.

“Di waktu yang lampau kita menyusun Negara Indonesia Merdeka menjalin hubungan dengan Dai Nippon. Pada saat ini kita menyusun negara kita sendiri, kita perlu hubungan dengan dunia internasional. Permasalahan yang akan timbul kita harus hadapi, kita harus bersiap-siap menghadapi itu semua dari sekarang.”

Pada saat itu dimulailah pembicaraan berdirinya kantor berita yang dapat menghubungkan Indonesia dengan negara-negara Asia-Afrika. Fungsinya, untuk membentuk opini dunia internasional dan mengagalkan usaha Belanda merebut hati negara-negara tersebut.

Dua pekan setelah maklumat Presiden RI pertama itu, berdirilah Kantor Berita Arabian Press Board (APB) pada 2 September 1945. APB kemudian berkantor di Gang Tengah rumah No. 19, Jakarta Pusat. Pendirinya seorang pemuda peranakan Arab bernama M. Asad Shahab.

Nama yang ke Arab-araban bukan karena pendirinya adalah peranakan Arab tapi itu merupakan sebuah strategi. Yaitu agar Sekutu dan pasukan NICA yang mendarat di Indonesia menyangkan jika kantor berita itu memiliki hubungan dengan dunia Arab. Sehingga mereka harus berpikir dua kali jika ingin menindak, sebab kemungkinannya bisa berdampak politik dengan dunia Arab.

APB terbit setiap hari dengan menggunakan tiga Bahasa. Yaitu Bahasa Indonesia, Arab, dan Inggris.

Kemunculan APB mendapat banyak dukungan, baik dari dalam maupun luar negeri. Asad Shahab yang telah memiliki jaringan di Timur Tengah, terutama para pelajar tak kesulitan membentuk perwakilan APB di Timur Tengah seperti di Mesir, Irak dan Arab Saudi. Dengan adanya perwakilan itu terjadi pertukaran informasi dari luar negeri dengan di Indonesia.

Lambat laun, APB mampu meyakinkan negara-negara Timur Tengah dan Liga Arab jika Indonesia telah menjadi negara berdaulat. Hasilnya Indonesia mendapat dukungan dari negara-negara Arab. Palestina menjadi negara pertama yang mengakui Kemerdekaan Indonesia secara terbuka.

Hal itu disampaikan oleh Mufti Besar Palestina, Syaikh Muhammad Amin al-Husaini. Ia saat itu tengah berada pengasingannya di Jerman pada awal perang Dunia II. Tanpa ragu, Husaini mengucapkan selamat kepada dunia Islam atas kemerdekaan Indonesia. Ucapan itu disiarkan melalui Radio berbahasa Arab di Berlin, pada 6 September 1944.

Tiga tahun berikutnya, Konsul Jenderal Mesir di Bombay, India, Muhammad Abdul Mun’im berkunjung ke Indonesia. Mun’im datang menemui Presiden Soekarno untuk menyampaikan hasil keputusan sidang Dewan Liga Arab yang dilaksanakan pada 18 November 1946. Mun’im menyampaikan bahwa seluruh anggota Liga Arab mengakui kedaulatan Republik Indonesia berdasarkan ikatan keagamaan, persaudaraan serta kekeluargaan.

Setelah itu giliran Mesir pada 1949 mengakui kedaulatan Indonesia. Mesir menjadi negara berdaulat pertama yang mengakui Kemerdekaan Indonesia. Pengakuan Mesir ini selanjutnya diikuti oleh negara-negara lain di Timur Tengah.

Dukungan negara-negara Arab ke Indonesia menjadi semakin kuat, hingga terbentuk “Panitia Pembela Indonesia”. Negara-negara Arab semakin gigih mendorog diangkatnya persoalan Indonesia di Persatuan Bangsa Bangsa dan Liga Arab. Akibatnya Belanda kelabakan.

Keberhasilan APB untuk membentuk opini publik di dunia internasional dan Timur Tengah pada khususnya diakui oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Mohammad Hatta. Keberhasilan APB menggaet hati negara Timur Tengah disebut oleh Hatta sebagai Kemenangan Diplomatik.

“Kemenangan diplomatik Indonesia dimulai di Kairo. Karena dengan pengakuan Mesir dan negara-negara Arab lainnya terhadap Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat penuh, segala jalan tertutup bagi Belanda untuk surut kembali atau memungkiri janji, sebagaimana selalu dilakukannya di masa-masa lampau.” (Buku Diplomasi Revolusi Indonesia di Luar Negeri- 1980)

Sumber:
Buku Sang Penebar Berita Proklamasi RI, Karya: A.M. Shahab