Hikmah Alawiyah
Image default
Sejarah

Abdullah Salim Alatas : Tokoh di Balik Lahirnya Persatuan Arab-Indonesia

Pada 4 Oktober 2021 ini genap 87 tahun lahirnya Persatuan Arab Indonesia (PAI) yang digawangi  AR Baswedan, Hoesin Bafagieh, Salim Maskati dan lain-lain di Kota Semarang. PAI dengan lantang dan penuh keyakinan menyatakan bahwa tanah air Indonesia keturunan Arab adalah Indonesia, tiada yang lain. Sebuah pernyataan yang cukup luar biasa pada zamannya, bahkan sampai saat ini. PAI ini kemudian tercatat sebagai salah satu organisasi nasionalisme yang turut mendukung semangat perjuangan kebangsaan Indonesia. Banyak kajian, diskusi dan publikasi yang terbit untuk membahasnya. Beberapa tokohnya mendapat gelar Perintis Kemerdekaan, seperti Salim Maskati, Ali Gathmir dan bahkan AR Baswedan mendapatkan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 2018.

Tetapi mungkin tidak banyak yang tahu, bahwa sebelum Baswedan memutuskan untuk mengadakan pertemuan tersebut di Semarang, ia menemui salah seorang tokoh untuk meminta nasehat. Sesuatu yang akan menentukan lahirnya organisasi PAI tersebut. Seseorang yang Baswedan sebut sebagai gurunya. Orang  itu  tidak lain adalah Abdullah bin Salim Alatas.

Pertemuan tersebut diadakan tepatnya pada tanggal 11 September 1934, di rumah Syekh Hassan Argubi, Kapiten Arab Batavia pada masa itu. Selain Alatas dan Baswedan, pertemuan itu juga dihadiri oleh Hassan Argubi, Abdurrahman Alaydrus dan Abdullah Bajrei dan Husein Bamasymus. Dalam pertemuan tersebut Baswedan menyampaikan idenya untuk mendirikan sebuah organisasi (PAI) untuk mempersatukan kelompok Indonesia keturunan Arab dan bergabung dengan langkah pergerakan perjuangan nasional.

Dan Alatas adalah sosok yang dominan yang mendukung dan mendorong ide Baswedan tersebut. Dalam salah satu wawancara,  Baswedan mengatakan bahwa Alatas adalah bekas gurunya dan orang sangat berjasa terhadap PAI. Bahkan ia adalah orang pertama yang memberikan tanggapan atas artikel Baswedan di koran Matahari. Dan ketika Baswedan ke Jakarta, ia menginap di rumah Alatas dan ia-lah yang mengarahkan langkah-langkah Baswedan untuk mendapat dukungan dalam pendirian PAI.

Alatas, Al-Irsyad dan PAI

Siapakah Abdullah bin Salim Alatas? Ia dilahirkan di Jakarta pada  1900-an dan merupakan murid Angkatan kedua dari Madrasah Al-Irsyad Jakarta, yang mendapatkan didikan langsung dari Syekh Surkati. Seangkatan dengan Ustadz Umar & Salim Hubeish, Ali Harhara dan Sholah Al Bakri. Alatas sempat mengecap pendidikan di Hadhramaut dan juga Belanda, serta menguasi Bahasa Arab, Belanda dan Inggris dengan sangat lancar. Semangat nasionalisme dan kemampuan berbahasa Arabnya merupakan bukti nyata dari sistem dan dasar Pendidikan Al-Irsyad yang berhasil.

Alatas kemudian menjadi kepala sekolah Al-Irsyad Tegal pada tahun 1913 dan kepala sekolah Al-Irsyad  Surabaya tahun 1917. Mungkin disitulah mengapa Baswedan menyebut Alatas sebagai gurunya, karena Baswedan sendiri sempat mengecap Pendidikan di sekolah Al-Irsyad. Ketika PAI lahir pada tahun 1934 ia menjadi salah satu pendukung utama, bahkan ia juga menjadi Penasehat Pengurus Besar PAI dan sempat menjadi Ketua Pengurus Besar PAI dari tahun 1938-1939.

Kemampuan berorganisasi, ditunjang dengan semangat nasionalisme dan kemampuan bahasanya, membuatnya terpilih menjadi anggota Volksraad pada 15 Juni 1935-1939. Pada tahun 1936 ia menjadi salah satu inisiator dari Petisi Soetardjo. Sebuah petisi yang menuntut adanya  suatu musyawarah antara wakil-wakil Indonesia dan Belanda di mana para anggotanya memiliki hak yang sama. Ketika Jepang masuk pada tahun 1942, Alatas menjadi Direktur dari Surat Kabar Asia Raya.

Daftar Perwakilan Arab dalam Volksraad 1918-1939

  1. Sayid Ismail bin Abdullah Alatas, 1918–1920
  2. Ir. Sayid bin Abdullah Alatas, 15 Juni 1931
  3. Sayid Abdullah bin Salim Alatas, 15 Juni 1935
  4. Sayid Oethman Ali Aldjufri, 15 Juni 1939

Ayah  Abdullah  yaitu Salim Alatas menikah dengan Sa’diyah (Ibu Yok) binti Abdul Fatah bin Abdul Aziz Musawi (Konsul Turki di Jakarta, yang berasal dari Iraq) yang juga pengusaha sukses di Bengkulu. Abdul Aziz Al Musawi menikah dengan Siti Rohani putri Sentot Ali Basya yang pada waktu itu di buang ke Bengkulu. Salah satu anak Abdul Aziz, Maryam kemudian menikah dengan Abdullah bin Alwi Alatas, yang dikenal sebagai saudagar Bagdad dari Betawi.

Alatas merupakan seorang ahli bahasa Arab dan penerjemah Bahasa Arab, Belanda dan Indonesia. Ketika terjadi polemik tentang karya Hamka yang berjudul Tenggelamnya Kapal Vander Wick, dengan tuduhan plagiat atas sebuah novel berbahasa Arab, karya Al-Manfaluthi. Alatas diminta untuk menerjemahan buku aslinya dalam Bahasa Arab pada tahun. 1963.   Ia kemudian menjadi guru besar dan pengajar Bahasa Arab di Universitas Indonesia. Alatas memiliki enam orang anak dan salah satunya adalah alm. Ali Alatas (Alex), Menteri Luar Negeri Indonesia 1988-1999. (ditulis oleh : Nabiel A. Karim Hayaze)

 

Sumber artikel : https://panjimasyarakat.com/2021/10/04/abdullah-salim-alatas-tokoh-di-balik-lahirnya-persatuan-arab-indonesia/