Hikmah Alawiyah
Image default
Kabar Mahya

Mengenal Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA)

“Kita bisa mengetahui sesuatu dari namanya”.

Begitu Prof. Dr. Quraish Shihab memulai paparannya dalam sambutan peresmian Perpustakaan Kanzul Hikmah, milik Majelis Hikmah Alawiyah di Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Sabtu 29 Juni 2019. Meski sudah berusia lanjut, Pria 75 tahun itu Nampak gagah berdiri di atas podium dengan senyum lebar di bibirnya. Penulis tafsir Al-Mishbah ini menjelaskan makna nama dari “Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA)”, salah satu yayasan yang beliau dirikan bersama para tokoh habaib lainnya.

Dengan suaranya yang khas, Prof Quraish Shihab menerangkan arti dari kata “Majelis”. Kata “Majelis” menurutnya memberi arti “duduk”. Tapi bukan untuk duduk sebagai akhir, melainkan duduk sebentar untuk selanjutnya berdiri.

“Jadi Majelis itu, kita duduk, tapi untuk bangkit,” katanya. “Itu yang pertama”.

Selanjutnya, Pof. Quraish menjelaskan makna dari “Hikmah”. Makna kata “Hikmah” ini menurutnya sebenarnya populer dengan istilah siasat dalam Bahasa Indonesia. Tapi siasat memiliki unsur keburukan, bukan untuk hikmah dan kebaikan.

“Hikmah itu salah satu definisinya adalah amal ilmiah dan ilmu amaliah. Kalau dia beramal itu berdasar ilmu. Dan kalau dia berilmu itu untuk dia amalkan,” katanya. “Itu hikmah”.

Maka dari itu, perhatian besar MAHYA ditujukan untuk menghimpun buku-buku ilmiah, dan melakukan penelitian-penelitian karena Ilmu dalam pandangan Alawiyin atau Habib, adalah cahaya. Ilmu bukan apa yang ada dalam benak kita, tapi apa yang ada dalam hati kita.

“Karena itu kami ingin bangkit dengan hikmah melalui ilmu amaliah dan amal ilmiah,”tegas beliau.

Selanjutnya adalah “Alawiyah”. Akarnya, kata Prof. Quraish, adalah dari Rasulullah. Menurun ilmu Rasulullah melalui Sayyidina Ali bin Abu Thalib, selanjutnya menurunkan ilmunya ke para keturunannya. Salah satunya ke para Alawiyin melalui Sayyidina Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa. Karena terjadi kekacauan di Irak dan Mekkah, maka al-Muhajir Ahmad bin Isa pergi meninggalkan harta bendanya di Irak menuju tanah Hadramaut, Yaman.

Sejak menetap di Hadramaut, al-Muhajir memiliki beberapa keturunan. Puncaknya ketika keturunannya yang bernama al-Faqih al-Muqaddam Muhammad bin Ali Ba’alawi, yang menjadi pertama kali menyusun dan meletakkan dasar-dasar Thariqah Alawiyah.

“Perlu saya garisbawahi, Sayyidina Imam al-Muhajir Ahmad bin Isa hijrah ke Hadramaut itu dengan membawa Madzab Syafi’i, dengan akhlak Al-Ghazali dan aqidah Asy’ariyah,” kata Prof. Quraish.

Inti ajaran Thariqah Alawiyah menurut Prof. Quraish, pertama adalah keikhlasan, kedua akhlak dan ketiga adalah penghormatan kepada waktu.

Maka arti dari “Majelis Hikmah Alawiyah” adalah keinginan untuk bangkit dengan amal ilmiah dan ilmu amaliah melalui Thariqah Alawiyah.

Bagi banyak orang MAHYA adalah kependekan dari Majelis Hikmah Alawiyah. Tapi bagi Prof. Quraish lebih dari itu. Sebab menurutnya MAHYA itu berarti tempat anda hidup. Karenanya, bagi penganut Thariqah Alawiyah, jika pergi ke suatu tempat dan hidup di sana, mereka pasti akan mencintai tempat itu.

“Kita berada di Indonesia, kita hidup di Indonesia dan kita mencintai Indonesia. Itu Thariqah Alawiyah,” katanya. “Jadi jangan anggap MAHYA itu singkatan”.