Hikmah Alawiyah
Image default
Hikmah Kisah Kaum Shalihin

Peringatan Maulid Pertama Kali

Senandung rasa cinta kepada Nabi Muhammad SAW dikumandangkan umat Islam di penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Di Jakarta sendiri hampir tiap hari pada bulan Rabiul Awwal, peringatan Maulid, yaitu kelahiran manusia paling mulia, Nabi Muhammad SAW dilaksanakan hampir di setiap tempat, baik di masjid, mushalla, atau majelis-majelis.

Peringatan Maulid ini dilakukan sebagai salah satu bentuk kegembiraan, kecintaan, dan sekaligus kerinduan umat Islam kepada Rasulullah SAW. Dan tak akan tergerak seseorang ke peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW jika bukan karena kecintaan kepada beliau.

Imam As-Sakhawi mengungkapkan bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW sudah dirayakan sekitar 3 abad setelah Rasulullah SAW wafat. Dari kalangan pembesar pemerintahan, pertama kali dirayakan dengan besar-besaran oleh penguasa Irbil, Irak. Penguasa Irak yang mula-mula memperingatinya itu adalah Malik Muzhaffar Abu Sa’id.

Malik Muzhaffar Abu Sa’id terkenal sebagai seorang yang gagah, pintar, dan bijaksana. Ia memberikan hadiah sebesar 1.000 dinar kepada seorang pujangga masyhur saat itu. Hadiah itu diberikan setelah sang pujangga menyusun sebuah karya berisi perjuangan singkat Rasulullah SAW. Karyanya itu kemudian dinamakan At-Tanwir fi Maulidil Basyir an-Nadzir.

Bukan hanya itu. Untuk membiayai peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW saat itu, Malik menyembelih 5 ribu ekor kambing, 10 ribu ekor ayam, menghidangkan 100 ribu roti mentega, dan 30 ribu aneka macam kue. Perayaan itu dikatakan menghabiskan biaya sebesar 300 ribu dinar.

Sejumlah pembesar hadir dalam acara peringatan maulid pada saat itu termasuk para tokoh agama, alim ulama, dan ahli tasawuf. Hal ini diceritakan dalam kitab Mir-atuzzaman karya Imam Ibnu Jauzi, seperti yang ditulis dalam kitab I’anatuth Thalibin, karya Sayyid Bakri Syatha.

Sejak saat itu peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW terus lakukan dari tahun ke tahun. Sehingga ungkapan rasa cinta itu terus bersambung dari generasi ke generasi berikutnya seolah minyak yang terus dituangkan untuk menjaga agar api cinta kepada Rasulullah SAW tak pernah padam hingga akhir masa.

*Sumber: Majalah Alkisah No 26/23 MAR – 5 APR 2009, Rubrik “Laporan Khusus”