Hikmah Alawiyah
Image default
Kolom Tamu

Lembaran Sejarah dari Wanita Hadramaut

*Oleh: Hamid Ja’far Al Qadri

Hadramaut, sejak sebelum datangnya Islam telah dikenal dalam sejarah peradapan jazirah Arab, dari sanalah tokoh-tokoh terkenal baik sebelum datangnya Islam atau pasca tersebarnya agama ini, seperti penyair jahiliyah Imriil Qais, sejarawan Ibnu Choldun dan beberapa tokoh lainya.

Pada adab ke empat hijri salah satu keturunan Rasulullah SAW hijrah dari Basrah menuju daerah pegunungan yang tandus itu, dialah al-Imam Ahmad Bin Isa yang lebih dikenal dengan al-Muhajir.

Kedatangannya ke Hadramaut membawa perubahan besar dalam sejarah Hadramaut dan bahkan dalam sejarah Islam, darinyalah muncul tokoh-tokoh dan pembaharu dalam sejarah keilmuan dan da’wah Islam. Keturunan dan murid-muridnya tersebut diberbagai penjuru dunia, dengan membawa lentera ilahiyah dan cahaya nubuwah. Mereka ibarat cahaya dalam kegelapan dan hujan dalam kekeringan, seperti yang di ucapkan seorang penyair.

تحيا بهم كل ارض ينزلون بها كأنهم لبقاع الارض امطار

“Setiab bumi yang mereka pijak menjadi hidub, mereka bak hujan bagi bumi”.

Begitulah keturunan al-Muhajir di Hadramaut, muncullah para cendikiawan, juru da’wah, auliya’ dan shalihin, disana ada al-Fagih Mugaddam, Habib Abdurrahman Asseggaf, Umar Muhdar, Syekh Abu Bakar Bin Salim, Imam Haddad, Habib Ali al-Habsyi dan lain-lain. Dari abad ke abad muncul para ulama’ dan wali, sehingga di abad ke delapan hijri seorang ulama’ hijaz terkenal Syekh Abdulllah Bin Asad al-Yafii’ menyuruh anaknya Abdurrahman untuk mengunjungi Hadramaut guna melihat keadaan penduduknya. Setelah dia kembali sang ayah bertanya; “Bagaimana keadaan orang-orang Hadramaut?” dia segera menjawab dengan tembang-tembang syair.

مررت بوادى حضرموت مسلما فالفيته بالبشرمبتسما رحبا
والفيت فيه من جهابدة العلا اكابر لا يلقون شرقا ولا غربا

“Aku lewat dilembah Hadramaut seraya mengucap salam, ia menyambutku dengan senyum dan wajah berseri-seri dan kutemukan disana dari tokoh kemulyaan para tokoh yang tidak akan didapatkan di Barat maupun di Timur”.

Begitulah Hadramaut dari masa ke masa, selalu dihuni oleh orang-orang shalih dan alim. Para penduduk Hadramaut tidak hanya berda’wah dan menyebarkan ilmu di daerahnya. Namun mereka juga melakukan perjalanan yang jauh menyeberangi samudra dan memasuki hutan belantara di berbagai penjuru dunia. Kita yang di Indonesia bisa merasakan manisnya iman merupakan salah satu dari buah pengembaraan mereka. Dari tangan mereka Islam tersebar di Benua Afrika dan Asia Tenggara. Sejarah mencatat bahwa sepertiga dari da’wah islamiah dilakukan oleh orang-orang Hadramaut.

Begitulah keberhasilan dan kesuksesan orang-orang Hadramaut dari masa kemasa. Keberhasilan para ulama’ dan para da’i itu tidak lepas dari keberhasilan para wanita disekitar mereka. Baik ibu yang mendidik mereka, istri yang mendampinginya, saudara perempuan yang mendorongnya atau bibi yang membimbingnya.

Keberhasilan wanita Hadramaut ini tidak diraih dengan berthawaf di pusat-pusat perbelanjaan, tidak pula dengan berjam-jam di depan TV dan sinetronnya atau dengan duduk ngerumpi setelah ashar atau antara magrib dan isya’, namun keberhasilan mereka diraih dengan deraian air mata di depan Tuhannnya, kesuksesan yang mereka capai penuh dengan pengurbanan, menyambung siang dan malam dalam mencari hidayah dan menuntut ilmu. Pengabdian dan perjuangan menjadi syiar dalam kehidupan mereka, jiwa mereka adalah jiwa Fatimah dan ruh mereka adalah ruh pengurbanan Khadijah biti Khuwalid, wajah dan akhlak mereka dihiasi oleh sifat iffah dan rasa malu. Maka tidak heran apabila lahir dari mereka pemuda-pemuda yang tidak akan dilupakan sejarah, baik didunia maupun diakhirat. Berikut ini adalah secuil dari lembaran-lembaran sejarah mereka yang ditulis dengan tinta emas.

Wanita Zuhud Lambang Pecinta Ilahi

Dalam sejarah islam, dunia tasawuf mengenal seorang tokoh wanita yang namanya senantiasa terdengar disepanjang masa, dialah Rabiah al-Adawiah, seorang wanita yang merasakan manisnya cinta sejati pada sang pencipta. Wanita semacam ini banyak ditemukan ditengah perkampungan gurun sahara Hadramaut, meski namanya tidak sempat dibidik oleh publik sebagaimana Rabiah al-Adawiah, namun jiwa dan hatinya tidak ada beda dengan Rabiah.

Disini kita temukan seorang gadis lugu Hadramaut yang mempunyai jiwa melebihi seribu jiwa kaum lelaki, dia adalah Sholihah binti Shaleh bin Nugieh, gadis ini dilahirkan di kota Huraidhah, yaitu suatu kota yang terkenal dengan ilmu dan para wali, dikota inilah Habib Umar bin Abdurahman al-Attas berda’wah dan wafat. Gadis lugu ini tumbuh di kota tersebut dengan bimbingan orang tua yang soleh dan didukung oleh lingkungan yang mencintai para ulama dan Aulia`. Ayahnya Syekh Soleh adalah orang yang sangat giat dalam menghadiri majlis ilmu dan Dzikir, dia mempunyai hubungan erat dengan Habib Abubakar bin Abdullah al Attas, setiap ilmu dan pengalaman yang dihasilkan dari guru-gurunya juga diajarkan pada keluarganya, dan gadis lugu ini tentu sering mendengar petuah-petuah ayahnya.

Suatu saat Syeikh Sholeh ingin mengetes keberhasilan tarbiahnya pada anak gadisnya yang sudah mulai menginjak dewasa. Dia berkata pada putrinya tersebut “ hai anakku apakah engkau akan bahagia seandainya ada orang yang memberimu satu peti yang penuh dengan perhiasan dari emas?” dengan cerdas putri itu menjawab “ bukankah semua itu hanya menyakiti hati?” mendengar jawaban cerdas putrinya itu Syeikh sholeh puas dan melanjutkan pertanyaanya, “bagaimana seandainya engkau melihat Allah?” Mendengar kata-kata itu gadis itu jatuh dan menangis selama tiga hari tiga malam. Cinta ilahi telah menyelimuti sanubarinya dan kerinduan pada sang pencipta memenuhi jiwa raganya.

Ketika Syekh Soleh bertemu dengan Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi, dengan bangga dia berkata pada Habib Ali, wahai Habib Ali..anakku termasuk wanita yang sholihah. Kemudian habib Ali bertanya, dari mana engkau tahu bahwa putrimu termasuk wanita Sholihah? Selanjutnya dia menceritakan apa yang dialami oleh putrinya itu, kemudian dia bertanya lagi, apakah putriku termasuk wanita Sholihah? Habib Ali menjawab, sangat solihah. Mendengar jawaban Habib Ali, dia sangat senang disaat seperti itu, tiba-tiba Habib Salim bin Abubakar al-Attas yang hadir waktu itu berkata pada Habib Ali, hai Habib Ali, aku pernah mendengar Syekh ini berdzikir bersama putrinya seakan-akan dihadiri seratus orang.

Begitulah bukti cinta Rabiah al-Adawiah Hadramaut ini, cinta pada Ilahi telah mengalahkan segala-galanya, lisan halnya berkata seraya menasehati para wanita budak materi disepanjang masa.

علق فؤادك بالحبيب موحدا واغمض عيونك معرضا عن غيره

“Gantungkanlah hatimu sepenauhnya pada sang kekasih, dan pejamkanlah matamu serta berpalinglah dari selain Dia.”

Sholihah binti Shaleh bin Nuqieh telah membuktikan pada dunia bahwa hakikat cinta adalah cinta pada Allah dan Rasulnya, hati dan jiwanya selalu berkata pada setiap gadis muslimah yang tenggelam dalam cinta dusta dan yang menangisi kekasih fatamorgana.

سهر العيون لغير وجهك ضائع وبكائهن لغير فقدك باطل

“Rela tidak memejamkan mata dimalam hari bukan untuk melihat wajahmu hanyalah membuang-buang waktu, dan tangisan mereka (para wanita) karena kehilangan selain engkau adalah tangisan dusta.”

Gadis lugu itu kini telah tiada, namun cintanya senantiasa dikenang oleh ribuan malaikat dan ruh kaum solihin, jiwanya senantiasa hidup disepanjang masa bersama semerbak harumnya cinta sejati. Itulah potret pecinta sejatiwanita Hadramaut sebagaimana yang diceritakan sendiri oleh Habib Ali (Kunuz saadah al-Abadiah Hal 463-464)

*ketua pusat studi dan kajian Islam al-Ghanna, Jakarta.