Hikmah Alawiyah
Image default
Kolom Tamu

Madrasah Hadramaut, Manhaj Universal

*Oleh: Habib Hamid Ja`far al Qadri

Kebutuhan manusia akan kebahagiaan adalah kebutuhan naluri yang tidak bisa diingkari, namun semakin lama manusia sepertinya semakin sulit untuk meraihnya. Setiap hari bahkan setiap jam kita mendengar bahwa seseorang telah gagal dalam meraih kebahagiaan, sehingga dia harus melampiaskan keinginannya tersebut dengan pekerjaan yang keji, seperti tindak Pidana dan Amoral. Setiap orang yang berakal sehat sepakat bahwa kunci kebahagiaan adalah melaksanakan ajaran Islam. Dan semua orang sepakat bahwa keberhasilan hidup manusia di dalam meraih tujuannya tidak lepas dari prinsip hidupnya, pendidikan, lingkungan dan pergaulannya. Hal ini bukan berarti kita menafikan Qada`dan Qadar Allah. Pada tulisan ini penulis mencoba untuk mengungkapkan Manhaj Madrasah Hadramaut di dalam meraih tujuan hidup manusia.

Pegangan hidup

DR. Musthafa Hasan Al Badawi dalam karyanya yang berjudul “Al Imam Al Hadad mujadid Qarn Tsani ‘Asyar hijriyah” (Abad 12 H) memberi sebuah judul pada fasal pertama dengan judul safinatu nuh (bahtera nuh). Judul ini berasal dari hadits nabi yang berbunyi:

“ketahuilah sesungguhnya perumpamaan keluargaku pada kalian seperti bahtera nuh pada umatnya, barang siapa yang menaikinya maka akan selamat dan barang siapa yang tidak menaikinya maka akan tenggelam” [1])

Selanjutnya beliau berkata menanggapi Hadits ini; begitulah Rasulullah saw mensifati Ahlul baitnya, dan nabi saw mendapatkan semua kalimat, kata katanya singkat namun padat maknanya, tidak berkata sia-sia sama sekali, setiap kata kata baginda Rasul SAW pasti ada faidahnya bagi kaum muslimin baik yang telah lampau atau yang akan datang. Bagaimana seharusnya kita memahami hadits ini? Apa tujuan kata kata baginda nabi barang siapa yang menaiki akan selamat dan yang tidak menaiki akan tenggelam[2].

Pertanyaan semacam ini pantas dilontarkan sebagai pancingan bagi kaum muslimin untuk berfikir dan kembali untuk mengambil Manhaj Nabawi ini, mengingat banyak dari kaum muslimin yang kurang mengerti dan bahkan tidak mengetahui akan hal penting ini, sehingga tidak sedikit dari Umat Islam yang tersesat dalam pengaruh Madrasah I`lamiah (Media masa) yang diprakarsai oleh Yahudi, lantaran kurang memperhatikan Manhaj Nabinya. Dalam meraih kebahagiaan hidup yang sesungguhnya Islam (baca; Rasulullah) telah mengajarkan pada umatnya untuk berpegang teguh pada dua perkara. Yang pertama adalah Al-Quran dan yang kedua adalah Ahlul Bait. Itulah salah satu dari Isyarat Nabi dalam Hadits Bahtera Nuh tadi. Dalam hal ini terdapat nas-nas yang jelas baik dari Al Quran atau dari Hadits Nabi. Tsaalabi meriwayatkan dari salah satu Imam Ahlul Bait yaitu Imam Ja’far As Shadiq bin Muhammad Al Baqir di dalam menafsiri Firman Allah, “Wa’tashimu bihablillahi jamii’an wala tafarraqu” (Berpegang teguhlah pada Tali Allah dan jangan berpecah belah. Ali Imran: 103). Imam Ja’far Shadiq berkata “Kamilah tali Allah tersebut”.[3]

Imam Al Baghawy berkata dengan mengutip riwayat Abu Aliah dalam menafsiri Ayat “Tunjukkanlah kami pada jalan yang lurus, yaitu jalan orang-orang yang kau beri kenikmatan” ( Al Fatihah 6-7 ) ” Mereka adalah keluarga Rasulullah, Abu Bakar dan Umar ” Adapun Hadits-hadits yang menunjukkan akan kewajiban berpegang teguh pada Al Quran dan Ahlul Bait sangat banyak, di antaranya adalah Hadits Mutawatir yang diriwayatkan oleh Muhadditsin dangan lafadz-lafadz yang berbeda. Di antaranya adalah sabda Baginda Nabi SAW:

“Aku meninggalkan pada kalian Dua perkara, barang siapa yang berpegang teguh pada keduanya maka tidak akan tersesat sepeninggalku, yaitu Kitabullah yang terbentang dari langit ke bumi dan keturunanku, Ahlul Baitku, keduanya tidak akan berpisah hingga kembali ke Haud (Telaga)”.[4]

Dalam riwayat lain Rasulullah SAW bersabda:
“Sesungguhnya Dzat yang maha mengetahui mengabarkanku bahwa keduanya (Al Qur`an dan Ahlul Bait ) tidak akan terpisah hingga kembali ke Haud, sesungguhnya kalian tidak akan tersesat selagi berpegang kepada keduanya, belajarlah kepada mereka dan jangan mengajari mereka”

Ibnu hajar Al Haitami berkata dalam kitab Shawaiqul Muhriqahnya: yang dimaksud dengan belajar pada mereka adalah belajar pada orang orang yang alim terhadap kitab dan sunah dari karangan mereka karena mereka tidak berpisah dengan Al Qur`an hingga hari nanti, itulah keistimewaan mereka, dan Allah memuliakan mereka dengan kekeramatan yang luar biasa dan beberapa keistimewaan[5]

Oleh sebab itulah ulama Salaf mulai dari para sahabat hingga aimmatul madzahib senantiasa merujuk dan kembali pada Ahlul Bait. Bukan hanya itu ulama menganggap tidak sempurna Ilmu seseorang tanpa adanya sanad/silsilah yang bersambung pada Ahlul Bait atau pada orang yang bersambung pada mereka. Ambil saja contoh para Imam Madzahib Arba`ah. Imam Ahmad bin Hambal misalnya pendiri madzhab hambali belajar pada Imam Syafi’i, dan Imam Syafi’i belajar pada Imam Malik, Imam Malik belajar pada Imam Abu Hanifah sedangkan Imam Abu Hanifah belajar kepada Imam Ja`far Shadiq. Sampai sampai Abu Hanifah berkata “seandainya bukan karena dua tahun (masa belajar beliau kepada Imam Ja`far Shadiq) maka binasalah Nu`man (Abu Hanifah An Nu`man).”

Begitu pula dalam dunia Tasawwuf, setiap Thariqah sufi yang Mu’tabarah kebanyakan silsilah sanadnya kembali pada dua orang yaitu Hasan Al Bashri dan Imam Junaid Al Baghdadi. Hasan Al Bashri adalah salah satu dari orang yang berhasil dalam didikan Imam Ali Bin Abi Thalib. Sedangkan Imam Junaid adalah murid Siri As Saqhthi, sedangkan Siri As Shaqthi di didik oleh Ma’ruf Al Karakhi dan Ma’ruf Al Karakhi masuk Islam dan belajar pada Imam Ali Ar Ridlo bin Musa Al Kazhim bin Ja’far Shadiq. Adapun tokoh-tokoh sufi dan para pendiri Thariqah Mu’tabarah sunni pasca Al Junaid mayoritas adalah Ahlul Bait, seperti Syekh Abdul Qadir Jailani pendiri Thariqah Qadariah, Syekh Bahauddin Naqsyabandi pendiri Thariqah Naqsyabandiah, Abu Hasan As Syadzili, Ahmad Al Badawi, Ahmad Ar Rifa’i, Syekh As Sanusi dan lain-lain. Itulah bukti sejarah yang me-nunjukkan bahwa Ahlul Bait senantiasa dibutuhkan dan tidak bisa dilepaskan oleh Umat Islam. Hal ini juga sebagai bukti akan isyarat Baginda Rasulullah SAW tadi, disamping itu Ahlul Bait memang Ahli dan mempunyai kemampuan dalam kepe- mimpinan, coba kita perhatikan ketetapan Hukum Fiqih, kenapa Ahlul Bait berhak mendapat bagian dalam Harta Ghanimah ( rampasan perang )?

Sayid Muhammad As Syathiri berkata dalam menanggapi masalah ini ” Mereka berhak mendapatkan harta Ghanimah dan sejenisnya, karena ada dua alasan, Pertama karena kedekatan mereka dengan Rasulullah SAW, Kedua Agar mereka bisa berkonsentrasi didalam memimpin, baik kepemimpinan dalam keilmuan atau kepemimpinan militer dan sejenisnya.”[6].

Dari itulah Al Imam Haddad berkata dalam qosidah Ainiahnyah,[7] setelah memuji dan menceritakan sejarah beberapa Ulama’ Ahlul bait dari kalangan Alawiyyin. Mereka kaum yang banyak dan baik sebagaimana telah didoakan kakeknya di malam pengantin(Ali bin Abi Thalib & Fatimah Az Zahra) Rumah tangga Nubuwah, Futuah (Berakhlaq baik, Jujur) pemberi petunjuk dan Ilmu di masa lampau atau yang akan datang. Rumah kemuliaan, kebahagiaan, ibadah dan semua kebaikan. Rumah Imamah (Panutan), Ziamah (kepemimpinan) Zihamah dan pemberi kedamaian bagi yang ketakutan.

Imam Al Haddad juga berkata dalam Qasidah yang lain:
Keluarga Rasulullah adalah keluarga yang suci, mencintai mereka hukumnya wajib sebagaimana juga menyayangi mereka. Mereka pembawa sir[8] setelah Nabi-nya. mereka juga pewarisnya maka mulyakanlah para pewaris itu. Dengan dasar itulah Madrasah Hadramaut didirikan sehingga tidak akan bingung dan tersesat orang yang mengikutinya.

Latar Belakang Manhaj Madrasah Hadramaut.

Bukan hal asing lagi bagi manusia, bahwa keberadaan dunia ini semakin lama semakin tidak karuan, meski beberapa kemajuan telah dicapai. Dalam dunia Islam kedamaian dan hakikat ajaran Islam hanya dicapai di masa Nabi dan Khulafaurrasyidin, setelah itu mulai tampak pemisahan antara Agama dan Negara.[9]

Di saat hukum Agama mulai tidak berdaya dihadapan para penguasa, di situlah Ahlul Bait dituntut untuk mengadakan pengorbanan untuk menanamkan Manhaj yang benar bagi orang-orang setelahnya. Disini Muncul dua orang Imam besar yaitu Imam Hasan Al Mujtaba dan Imam Husain, yang berkorban demi menanamkan Manhaj Ahlul Bait.

Pengorbanan pertama dilakukan oleh Imam Hasan yang rela melepaskan kekuasannya, pindah pada sistem pemerintahan Islam yang lain dari sebelumnya. Dari pengorbanan inilah beliau dan pengikutnya bisa menjaga diri, Akidah, Suluk dan Pendidikan.

Pengorbanan kedua dilakukan oleh Imam Husain As Syahid yang rela menjadi bahan percobaan, agar terbukti bahwa mayoritas manusia rela dengan kenyataan meski harus menyia-nyiakan hak dan kebenaran. Dari sikap ini menunjukkan bahwa bersama Ahlul Bait tidak sampai pada batasan pengorbanan (yang sia-sia), akan tetapi berhenti pada batas Wila’ (mencintai) Berhubungan dan Istimdad (mengambil berkah)[10].

Dari dua sikap inilah timbulnya Manhaj Ahlul Bait. Dan dari keduanya pula bercabang beberapa sikap yang di antaranya adalah sikap zuhud yang di istilahkan dengan Tasawwuf, sikap ini adalah sikap akhlak Islami di dalam melawan penentang kebenaran. Di antara tokoh tokoh madrasah ini adalah Imam Ali Zainal Abidin, Imam Ja`far As Shadiq, Imam Muhammad Al-Bagir, Imam Ali Al Uraidi. Mereka mengangkat Syiar Faqr (butuh) kepada Allah SWT dan mereka menghadap kepada inayah dengan Ilmu dan amal. Di samping itu mereka juga Zuhud dari gemerlapnya dunia dan kekuasan politik, namun meski begitu mereka dan para pengikutnya tidak selamat dari gangguan dan permusuhan di mana saja. Mereka tidak bebas bergerak dan berdakwah didalam menyebarkan Ajaran Islam, sehingga para Ulama’ yang masih setia dan menjaga ajaran dan Madrasah meraka pun tidak luput dari cobaan dan pengebirian serta tekanan dalam berkarya, seperti Abu Hanifah, Imam Malik dan yang lain[11].

Tekanan semacam ini terjadi dipusat-pusat kota Islam dan terus berlangsung hingga saat ini meski bentuk dan formatnya berbeda. Pada abad ke-4 Hijriyah salah satu dari Imam Ahlul Bait yaitu Imam Ahmad bin Isa Hijrah dari Basrah ke Hadramaut demi menjaga dan memperbaharui Manhaj yang sudah ditetapakan oleh pendahulunya, setelah Hijrahnya beliau inilah Madarasah Hadramaut berdiri.

Madrasah Ahlul Bait secara umum di manapun berada terbangun dari tiga asas yang dari ketiganya inilah nanti timbul beberapa Manhaj:
Mencintai Ahlul Bait tanpa memusuhi kelompok tertentu.
Bermadzhab dalam Fiqih (madzhab Ahlul Sunnah wal jamaah)
Tasawwuf Islami sebagai Madrasah Akhlak [12]

Relefansi Madrasah Hadramaut

Sejak pertumbuhannya, umat Islam senantiasa digoyang permasalahan dari beberapa penjuru baik dari umat Islam itu sendiri atau dari pihak luar, seperti gerakan Zionis dan Salibisme yang keduanya tidak akan pernah berhenti sebelum umat islam tunduk pada agama mereka, sebagaimana telah diisyaratkan oleh Al Quran. Dewasa ini Orentalis dan Misionaris setelah kegagalan mereka dalam perang salib menerabkan beberapa gerak kan politik, di antaranya adalah politik “pisahkan maka kau akan menguasai ” , merusak hukum dan gerakan ekonomi Usaha ini membuahkan beberapa hasil di antaranya adalah:

Runtuhnya dinasti Utsmaniah di Turki yang merupakan akhir kerajaan Islam yang mampu menyatukan bendera politik Islam. Bukan hanya itu kerajaan Utsmaniah juga membawa bendera cinta Ahlul bait, Tasawwuf dan ajaran Ahlul Sunnah Wal Jamaah.

Tersebarnya Ajaran Sekuler di Dunia Islam, sehingga rasa tanggung jawab Umat Islam pada agamanya, semakin menipis, saat ini imej yang berkembang di kalangan Kaum Muslimin adalah memisahkan tugas-tugas keagamaan dengan tugas yang lain, sehingga setiap orang hanya bertanggung jawab pada tugasnya masing-masing. Disini akan terpisah antara Profesi dengan Agama, sehingga kita temukan istilah tokoh agama, tokoh politik, tokoh ekonomi, tokoh sosial dan lain lain, menurut bidang yang di tekuni. Disaat seperti ini seseorang yang memasuki jenjang pendidikan, dalam hatinya hanya akan berpikir, bagaimana dia berhasil menguasai bidangnya dan mendapatkan pekerjaan sesuai dengan bidangnya, meski pendidikan yang dia masuki adalah lembaga pendidikan Agama seperti Pesantren, Sekolah- sekolah Agama atau Perguruan Tinggi Keagamaan.

Dari sebab ini banyak kaum Muslimin yang tidak peduli terhadap urusan agamanya dengan alasan “itu bukan bidang saya”. Sedangkan yang punya kepedulianpun hanya karena alasan profesi dan disiplin Ilmu yang dia miliki, mereka berkata “karena saya lulusan pesantren, atau itu profesi saya sebagai seorang Ustadz”. Berbeda dengan Madrasah Hadramaut yang sejak dini telah menanamkan rasa tanggung jawab sebelum mereka memasuki tugas dan bidang masing-masing, sehingga akan terlihat setiap orang yang bersambung dengan Madrasah ini adalah Da’i ilallah dengan Ilmu, Amal, Wara’ dan Ikhlas, meski latar belakang pendidikan dan profesinya berbeda. Dan yang patut disayangkan metode ini telah dipakai oleh orang-orang Nasrani. Dalam komunitas mereka terdengar slogan ” jadilah Mesionaris sebelum engkau menjadi Arsitek, Dokter atau Pengajar “. Berbeda dengan kaum muslimin saat ini yang menjadikan da’wah hanya sebagai Profesi.

Terpecahnya Umat Islam menjadi beberapa kelompok. Hal ini menyebabkan Fanatik golongan dan kelompok, sehingga timbul pengkafiran dari kelompok tertentu pada kelompok lain yang tidak sepaham dalam Manhaj. Dan para Da’i cenderung mengajak manusia pada Manhaj dan Golongannya dalam da’wahnya. Di saat seperti inilah kadangkala muncul kepentingan orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Dalam masalah ini Madrasah yang didirikan oleh Imam Ahmad Al Muhajir ini sejak dini telah menutup timbulnya Fanatik Manhaji. Salah satu tokoh dari mereka mengatakan saat ditanya tentang Thariqah Alawiyah (baca; Manhaj Madrasah Hadramaut) ” Thariqah kami tidak lain adalah Al Quran dan Sunnah”. Di samping itu Madrasah ini tidak mengangkat bendera dan nama tertentu, karena mereka tidak peduli dengan dengan simbol-simbol yang terkesan sektarian dan mengistimewakan diri. Mereka lebih mengutamakan subtansi dan kerja nyata dari pada simbol-simbol dan istilah lahiriah, sebagaimana telah di isyaratkan oleh Habib Thahir bin Husain bin Thahir[13].

Habib Ahmad bin Hasan Al Atthos berkata” tariqah alawiyah bisa kau katakan dengan Istilah Salamah dan Istiqamah atau Takhalli dan Tahalli”[14] Adapun Istilah yang terkenal saat ini seperti Thariqah Alawiyah. Madrasah Hadramaut, Ajaran salaf dan Istilah-istilah yang lain, hanyalah sebagai tanda pengenal sehinga tidak ada pengkaburan antara Manhaj ini dengan Manhaj lain yang berbeda secara subtansi dari Manhaj-manhaj dan gerakan yang mengatas namakan Islam. Dari itulah Madrasah ini senantiasa eksis dan relefan bagi siapa pun, di mana pun dan kapan pun, karena Madrasah ini memang didirikan untuk menjawab kebutuhan manusia sepanjang masa.

Lima Prinsip dalam membentuk kepribadian.

Dalam Madrasah Hadramaut terdapat lima prinsip dalam menjalani kehidupan, yaitu Ilmu, Amal, Ikhlas, Wara’ dan Khouf. Kelima prinsip ini kalau tertanam dalam pribadi seseorang maka akan sukses dunia dan Akhirat, bukan hanya pribadi, keluarga, masyarakat bahkan negara kalau memegang prinsip ini maka kesuksesan akan dicapai. Penanaman lima prinsip ini merupakan langkah yang berani sebab dengannya terkorbankan beberapa kepentingan. Langkah para pendiri dan tokoh Madrasah Hadramaut dalam memilih prinsip ini bertujuan untuk membentuk Kerajaan Akhlaq dalam Dunia Islam, sebab hanya kekuatan Akhlaq Islamiahlah yang dapat menjadi penyeimbangi Kerajaan Politik.

Dalam perjalanan sejarah, kedzaliman dan kebohongan tidak lepas dari ulah penguasa dan tokoh politik, sehingga kemaslahatan dan akhlak rakyat hancur dan rusak. Di saat seperti itulah orang-orang yang shidiq terhadap Allah dituntut untuk berkorban di dalam mendirikan Kerajaan Akhlaq sebagai perlawanan terhadap kedzaliman dan kebejatan. Langkah ini diproklamirkan oleh Imam Muhajir dengan meninggalkan kampung halaman yang penuh dengan kemakmuran menuju Hadramaut yang miskin dan gersang, langkah ini juga di mantapkan oleh Faqihul Muqaddam dengan mematahkan pedangnya, dan mengadakan kesepakatan dengan Syekh Isa Al Amudi didalam menyebarkan Lima Prinsip ini di Hadramaut dan Dunia Islam. Buah dari sikap itulah sepertiga dari dakwah Islamiyah didunia Islam dilakukan oleh para tokoh Madrasah Hadramaut. Tersebarnya Islam di kawasan Asia tenggara dan daerah Afrika tidak lepas dari usaha mereka.

Kesimpulan

Madarasah Hadramaut atau yang dikenal dengan istilah toriqah Alawiyah adalah madrasah akhlak, dimana hal itu merupakan kebutuhan setiap manusia. Apapun profesi dan status social manusia, tidak bisa lepas dari akhlak guna untuk meraih kebahagiaanya. Dan hanya untuk itulah Allah mengutus baginda Nabi Muhammad SAW. Kekuatan politik global yang di prakarsai oleh musuh Islam hanya bisa dilawan dengan kekuatan akhlak.

Lima prinsip madrasah Hadramaut adalah intisari dari ajaran ihsan, dimana hal itu merupakan solusi ilahiyahI dalam menyelesaikan berbagai problematika kehidupan manusia. Mulai dari permasalahan pribadi, keluarga, masyarakat hingga masalah bangsa dan Negara. Masalah yang kita hadapi saat ini bukanlah masalah krisis ekonomi dan pemikiran namun kita menghadapi krisis yang lebih fundamental dibandingkan masalah tersebut, yaitu krisis mural dan akhlak.

Indonesia merupakan salah satu Negara yang di Islamkan oleh tokoh-tokoh madrasah Hadramaut. Dulu para wali dan habaib sukses dalam menciptakan masyarakat yang bahagia, dengan metode yang mereka pegang. Maka saat ini pantas kalau bangsa Indonesia kembali pada konsep dan ajaran yang dibawa oleh para cucu Imam al-Muhajir ini, sebagiamana dulu para nenek moyang kita menerapkan manhaj itu.

* ketua pusat studi dan kajian Islam al-Ghanna, Jakarta.

________________________________________
[1] HR. Tirmidzi dan Al Hakim
[2] Lihat DR. Musthafa al-Badawiy; Imam Al Haddad Mujaddid Qarn Tsani asar Hijri, Hal 11.
[3] Lihat Rasyfatu As shadi karya Habib Abu Bakar bin Abdurrahman Ibn Syahab. Hal : 70
[4] ibid
[5] Dalam Riwayat lain Rasulullah bersabda ” Jangan mendahului keduanya maka kalian akan celaka dan jangan meremehkan keduanya maka kalian akan celaka serta jangan mengajari mereka karena mereka lebih tahu dari kalian” HR Tabrani dalam kitab Mu’jam Al Kabirnya. Lihat Durarun Naqiah karya Syeh Muhammad bin Said Ba Fashil. Tahqiq Sayyid Zaid bin Abdullah Bin Yahya.Hal: 74
[6] Lihat Syarah Yaqut Nafis karya Sayyid Muhammad Asyathiri. Hal 325
[7] Qasidah yang Qafiahnya (huruf akhir) berupa huruf Ain, Qasidah ini di telah di Syarahi oleh Habib Ahmad bin Zain Al Habsyi.
[8] Arti secara harfiah adalah Rahasia. Menurut istilah sufi adalah Ilmu dan pengetahuan yang dalam, yang didapatkan dari Allah secara Ilham. Lihat Syarah Hikam Ibn Athaillah karya Abdul Majid As Syarnubi. Hal : 327
[9] Al Munasarah Wal Muazarah Karya Sayyid Abu Bakar Al Adni bin Ali Al Masyhur Hal: 26-27
[10] Ibid
[11] Ibid
[12] Ibid
[13] Muqaddimah Khulashatul Madad An Nabawiy tentang Thariqah Alawiyah : karya Al Habib Umar bin Muhammad bin Hafidz
[14] al-Habib Abubakar al-Habsyi, Tadzkirunnas