Hikmah Alawiyah
Image default
Kabar Mahya

Syekh Abu Bakar bin Salim, Sebenar-benarnya Hamba Allah

Hampir setiap malam pria ini berjalan kaki sejauh 30 km dari kota Inat ke Tarim, Yaman. Jarak itu hampir sama dengan jarak antara Monas, Jakarta Pusat ke Cileungsi, Bogor. Dalam perjalanan malam itu beliau membersihkan masjid-masjid di kota Tarim. Kamar mandinya dikuras diisi kembali dengan air baru. Selama itu pula beliau melakukan shalat Isya’ di berbagai masjid di Tarim dan diakhiri shalat Subuh berjamaah di Masjid Baa Isa dengan wudhu shalat Isya’. Beliau adalah Asy Syekh Abu Bakar bin Salim, seorang ulama sufi terkemuka dan wali besar Hadramaut sepanjang masa.

Kisah itu diceritakan oleh Asy Syekh Faishal bin Hamood An Najjar dari Yaman pada acara seminar ilmiah mengenang 448 tahun wafat Asy Syekh Abu Bakar bin Salim di Masjid At Taubah di kompleks pemakaman Al Habib Ahmad bin Alwi Al Haddad atau Habib Kuncung di Rawajati Timur, Jakarta Selatan. Acara itu digelar oleh Yayasan Al Hawthah Al Jindaniyah, Majelis As Siirah An Nabawiyah dan Majelis Hikmah Alawiyah (MAHYA), Sabtu 24 Agustus 2019.

Bila direnungkan cerita itu seolah dongeng belaka. Sebab hal itu sulit dilakukan oleh manusia biasa. Karena fisik manusia memiliki keterbatasan, apalagi untuk berjalan sejauh 30 km setiap malam dan membersihkan masjid-masjid. Tapi hal itu bukan berarti tak mungkin dilakukan.

“Jika sosok manusia yang rohaninya lebih dominan daripada lahiriahnya, itu bukan hal yang sulit dilakukan,” kata Asy Syekh Faishal.

Pada musim panas yang teramat menyengat, Asy Syekh Faishal melanjutkan, Asy Syekh Abu Bakar bin Salim yang bergelar Maula Inat ini biasa berpuasa selama 2 minggu berturut-turut. Bahkan beliau kadang berpuasa 1 bulan atau 3 bulan penuh. Dalam menjalankan puasanya itu beliau hanya berbuka dengan beberapa teguk air dan satu hingga tiga biji korma.

Korma yang beliau gunakan untuk berbuka bukan korma matang seperti biasa dikonsumsi banyak orang. Melainkan korma yang masih hijau, bergetah dan masam. Ini menandakan korma yang dimakannya bukan karena ingin dinikmati.

“Sosok manusia biasa tak akan bisa melakukan ini,” kata Asy Syekh Faishal.

Tak hanya itu, dicatat dalam sejarah bahwa Maula Inat selama satu atau dua minggu tak tidur sama sekali. Selama itu pula beliau berdzikir dan betul-betul tenggelam dalam ibadah kepada Allah SWT. Untuk ukuran manusia biasa, menurut keterangan dokter, jika manusia tak tidur tiga hari berturut-turut akan menganggu kesehatannya. Tapi Maula Inat mampu tak tidur selama dua pekan. Ini membuktikan fisik beliau pun istimewa.

Lalu apa yang membuat fisik beliau istimewa? Padahal beliau sama seperti manusia lain.

“Ini Karena beliau menghamba kepada Allah dengan sebenar-benarnya menghamba,” jelas Asy Syekh Faishal.

Seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadist sahih Bukhari, dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Ta’ala berfirman:

“Jika Aku mencintai manusia maka Aku menjadi pendengarannya yang ia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang ia gunakan untuk melihat, dan sebagai tangannya yang ia gunakan untuk berbuat, dan sebagai kakinya yang ia gunakan untuk berjalan. Dan jika ia meminta (sesuatu) kepada-Ku pasti Aku akan memberinya, dan jika ia memohon perlindungan kepada-Ku pasti Aku akan melindunginya.” (HR. Al-Bukhari)

Beliau yang tak pernah meninggalkan shalat witir dan dhuha kemudian diberi anugerah kemuliaan dari Allah SWT. Bahkan selama 40 tahun beliau duduk seperti duduknya orang sedang tasyahud, fisik manusia biasa yang tak diberi anugerah oleh Allah tak akan sanggup melakukan itu.

Kehambaan Maula Inat semakin terang terbukti ketika beliau memimpin ziarah ke makam Nabi Hud as di Tarim. Kala itu Maula Inat sudah menginjak usia lanjut, dan ziarah itu diikuti oleh puluhan ribu orang. Karena tak ingin melukai Maula Inat, orang-orang berebut berkah dengan mengambil tanah bekas tapak kaki kuda yang dinaiki Maula Inat.

Melihat kejadian itu, Asy Syekh Faishal menceritakan Maula Inat menangis. Kemudian beliau membacakan friman Allah yang berbunyi.

إِنْ هُوَ إِلَّا عَبْدٌ أَنْعَمْنَا عَلَيْهِ

(Surat Az-Zukhruf Ayat 59)

“Isa tidak lain hanyalah seorang hamba yang Kami berikan kepadanya nikmat (kenabian)”

Syekh Faishal menjelaskan bahwa Maula Inat ingin menekankan bahwa dirinya itu hanyalah seorang hamba yang diberikan anugerah besar Allah SWT, tak lebih dari itu. Semua miliknya adalah milik Allah SWT sebagai bentuk tawadhu beliau.

“Ini adalah intinya. Ketika seorang menghamba kepada Allah dengan sebenar-benarnya penghambaan kapadaNya, maka Allah akan menundukkan semua mahlukNya untuk tunduk dan patuh kepada hamba tersebut,” kata Asy Syekh Faishal.

Inilah yang disampaikan dalam hadist Rasulullah SAW bahwa Allah SWT berfirman agar dunia patuh kepada orang yang patuh kepadaNya.

“Wahai dunia, barang siapa yang mengabdi kepada Ku, maka engkau wahai dunia tunduk dan patuhlah kepadanya, mengabdilah engkau wahai dunia kepada hamba Ku itu. Tapi orang yang mengabdi kepadamu wahai dunia, menjadi budak dunia, maka engkau perbudaklah dia.”

“Syekh Abu Bakar bin Salim adalah hamba Allah, maka alam semesta tunduk kepadanya,” kata Asy Syekh Faishal.

Seminar di Kompleks Habib Kuncung itu menghadirkan dua pembicara, Asy Syekh Faishal bin Hamood An Najjar dari Yaman dan Ketua Umum MAHYA Habib Ahmad bin Novel bin Jindan. Seminar dimulai dengan pembacaan Maulid Nabi pada pukul 16.30 WIB, kemudian dilanjutkan dengan kajian, shalat berjamaah, hingga berakhir pada pukul 20.00 WIB.