Hikmah Alawiyah
Image default
Kitab/Buku Baru

Posisi Ilmu Pada Thariqah Alawiyah

Ilmu memiliki posisi yang amat penting bagi Thariqah bani Alawi hingga al-Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith dalam kitab al-Manhaj al-Sawiy Syarh Ushul Thariqah al-Sadah Ba ‘Alawi menempatkan ilmu sebagai pilar pertama dalam Thariqah bani Alawi. Kelima pilar itu adalah ilmu, amal (penerapan ilmu), wara’ (menjaga diri dari hal-hal yang syubhat), khauf (takut sebagai hasil dari pengenalan diri terhadap Allah), dan ikhlas (menjadikan Allah sebagai satu-satunya yang dituju dalam keataatan dan perbuatan).

Selanjutnya, Habib Abdullah bin Abu Bakar Al-Aidrus dalam kitabnya berjudul Al-Kibritul Ahmar wal Iksirul Akbar menegaskan bahwa kewajiban pertama menuntut ilmu itu adalah mempelajari syariat. Yang dimaksud dengan syariat ini adalah seluruh perintah Allah dan larangan-Nya.

Hal senada juga disampaikan oleh Habib Ahmad bin Abu Bakar Bin Sumaith dalam kitab Tuhfatul Labib. Beliau menjelaskan bahwa ilmu yang dimaksud adalah ilmu tentang syariat, seperti tafsir, hadits, fiqih, serta ilmu tauhid, bahkan juga ilmu tasawuf.

Nah, semua yang disampaikan oleh para ulama Bani Alawi itu bukan hanya pemanis bibir dan lagu merdu di telinga para pengikutnya. Mereka benar-benar tenggelam dalam lautan ilmu dengan membaca banyak kitab. Habib Abdullah bin Abu Bakar Al-Aidrus membaca kitab Al-Minhaj (setebal 700 halaman) dalam tempo satu malam.

Begitu tenggelamnya dalam membaca kitab-kitab hingga membuat imamah (kain penutup kepala) Habib Muhammad bin Alwi bin Ahmad bin Al-Faqih Al-Muqqadam tiga belas kali terbakar api lentera.

Kisah lain dialami Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya di malam pertama pernikahan beliau. Kala itu paman beliau (dari jalur ibu) Habib Abdullah bin Husain Bin Thahir tahu betul jika keponakannya ini sangat mencintai ilmu.

Maka beliau segaja meletakkan buku-buku baru yang belum dibaca keponakannya di tempat yang mudah dilihat. Melihat buku-buku baru itu, Habib Abdullah bin Umar Bin Yahya lupa dengan malam pertamanya. Beliau menghabiskan malam itu tenggelam dalam lautan ilmu dengan membaca buku-buku baru dari pamannya.

Kecintaan terhadap ilmu juga ditunjukkan oleh Habib Ahmad bin Husain Al-Aidrus. Ketika itu beliau melamar putri pamannya, namun lamaran itu ditolak. Beliau kemudian bernadzar, jika pamannya berubah pikiran dan menerima lamarannya, maka pada malam pengantin pertama beliau akan membaca kitab Asy-Syifa karya Qadhi ‘Iyadh. Yaitu kitab yang menjelaskan kemuliaan Rasulullah dari berbagai segi dan memiliki 700 an halaman.

Setelah beberapa waktu berselang, ternyata pamannya benar-benar berubah pikiran dan menerima lamarannya. Akhirnya pada malam pengantin pertamannya beliau membaca kitab Asy-Syifa hingga khatam satu malam suntuk. Tak hanya itu beliau melakukannya dengan satu tangan dan tangan lain memegang lentera.

Kisah-kisah tersebut di atas hanya potongan kecil dari ribuan kisah lain tentang bagaimana ulama Bani Alawi menempatkan ilmu sebagai sesuatu yang penting dalam kehidupan mereka.

Maka sebagai pengikut dan pencinta Alawiyah, sudah sepatutnya kita mengikuti jejak-jejak ulama Bani Alawi dalam menuntut ilmu. Salah satunya dengan menghidupkan ilmu dalam kehidupan kita dan tenggelam dalam buku-buku bacaan.

“Aku tak ingin hidup kecuali untuk mempelajari buku-buku yang ada, menambah amal kebajikan dan mengkaji berbagai ilmu yang bermanfaat.” (Habib Abdurahman bin ‘Ali bin Abu Bakar As-Sakran)

*Sumber: Buku “Jalan Nan Lurus Sekilas Pedang Tarekat Bani ‘Alawi” karya Habib Novel bin Muhammad Alaydrus, Penerbit: Taman Ilmu